Untuk mencegah dan menghentikan penyebaran virus korona baru, terutama di lingkungan Istana, rapat terbatas digelar lewat media telekonferensi.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
Sejak Senin (16/3/2020) pagi, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bersiap-siap di kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Sebelum pukul 10.00, Muhajir sudah duduk rapi memandang layar di hadapannya, siap mengikuti rapat terbatas membahas penanganan dan penanggulangan virus korona.
Di Kantor Kementerian Tenaga Kerja, Jalan Gatot Soebroto, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga duduk di meja kerjanya, menghadap layar lebar. Demikian pula Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo di ruang rapat di kantornya, Kompleks Sekretariat Negara.
Selain Muhadjir, Ida, dan Pramono Anung, ada juga menteri lain yang bersiap siaga sejak pagi di kantornya. Di antara mereka, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo.
Sementara itu, di ruang rapat Kantor Wakil Presiden di Jalan Veteran 3, yang diset media telekonferensi, Wapres Ma’ruf Amin juga bersiap. Pada waktu yang sama, di ruang kerja Presiden di Istana Bogor, Jawa Barat, Presiden Joko Widodo juga bersiap-siap. Ia duduk menghadap layar lebar yang memuat video wajah para menterinya.
Memang tak ada satu pun pejabat yang menemani Jokowi karena saat itu 41 pembantunya berada di kantor masing-masing. Itulah rapat terbatas pertama kali yang digelar Presiden Jokowi di era kedua kepemimpinannya dengan media telekonferensi. Biasanya, ratas digelar di satu ruangan, seperti di Kantor Presiden atau di Istana Merdeka. Ratas berjalan sekitar satu jam lebih.
Bekerja dan menjaga jarak
Seusai ratas, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin dalam siaran tertulisnya menyatakan, Presiden Jokowi ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa bekerja lewat media telekonferensi pun bisa sembari menjaga jarak agar dapat ikut mencegah penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19. Ratas dengan media telekonferensi, ditambahkan Bey, mungkin juga akan diterapkan pada sidang berikutnya, termasuk sidang kabinet. Namun, Bey tak menampik kemungkinan bisa digelar ratas atau sidang kabinet secara fisik saat kondisi membaik.
Menurut Bey, upaya mengurangi tatap muka dengan banyak orang seperti diungkapkan Presiden dalam pidatonya, hari Minggu lalu, yaitu ”bekerja, belajar, dan ibadah di rumah”, kini benar-benar diterapkan. Presiden bahkan menegur dan meminta anggota stafnya mengurangi personel yang menyiapkan telekonferensi. Hal ini agar tetap ada jarak memadai di antara pekerja kendati interaksi tetap terjadi. Menjaga jarak dan mendorong orang sesedikit mungkin berkumpul diharapkan mampu menghentikan sebaran Covid-19.
Istana memang tak mau main-main dengan pandemi Covid-19 yang telah menyebarkan virusnya kepada ribuan orang di dunia dan ratusan
di Indonesia, bahkan juga mengambil nyawa siapa pun yang tak hati-hati dengan Covid-19.
Di lingkungan Istana, langkah ini ditempuh terutama setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi positif Covid-19 setelah sebelumnya ikut rapat terbatas di Kantor Presiden pada Rabu (11/3/2020).
Negara tidak boleh berhenti, harus tetap bekerja. Pemerintahan tidak boleh berhenti, harus tetap bekerja.
Sekretaris Wapres M Oemar menyatakan, ratas dengan media telekonferensi diakui sangat efektif dan interaktif, selain juga ikut membantu mencegah penyebaran virus korona. ”Wapres mengikuti dengan baik selama ratas. Ruang rapat di Kantor Wapres sendiri sebenarnya sudah lama ada fasilitas telekonferensinya sehingga tak ada soal waktu diputuskan ratas dengan telekonferensi,” ujar Oemar.
Juru Bicara dan Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi menambahkan, sejalan dengan instruksi Presiden Jokowi untuk mencegah penyebaran Covid-19, Wapres membatasi pertemuan-pertemuan tatap muka.
”Negara tidak boleh berhenti, harus tetap bekerja. Pemerintahan tidak boleh berhenti, harus tetap bekerja. Saya kira semua rakyat juga seperti itu, tetapi dengan kehati-hatian. Ini yang yang ditekankan Wapres. Tetap beraktivitas, tetap produktif, tetapi dengan kehati-hatian,” kata Masduki. Maka, selain telekonferensi saat ratas, saat wawancara khusus dengan sebuah media, Senin kemarin, Wapres pun melakukannya dengan Skype.
Muhadjir menceritakan, ratas lewat media telekonferensi berjalan dengan efektif meskipun dilakukan tanpa tatap muka secara langsung. ”Efektif, kok, rapatnya dan interaktif antara Presiden dan beberapa menteri,” ujar Muhadjir.
Saat ditanya lagi soal kelanjutan ratas dengan model telekonferensi, Muhadjir tidak tahu pasti sampai kapan rapat seperti itu terus dilanjutkan. ”Mungkin sampai keadaan normal, tetapi saya enggak tahu, ya (kapan). Namun, setelah tahu enaknya telekonferensi, (harapannya rapat dengan media telekonferensi) ini akan berlanjut seterusnya,” kata Muhadjir.
Hal senada disampaikan Ida. Menurut dia, rapat melalui telekonferensi sama produktif dan efektifnya dengan rapat tatap muka. Rapat pun tetap tertutup karena di ruangan para menteri hanya sendirian, tetapi efektif pembahasannya.
Bukan untuk berlibur
Langkah Presiden Jokowi tampaknya ditindaklanjuti Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo. Lewat Surat Edaran Menpan RB Nomor 19 Tahun 2020, Tjahjo menyebutkan, aparatur sipil negara (ASN) dapat bekerja di rumah atau tempat tinggalnya. Meski demikian, pejabat pembina kepegawaian (PPK) harus memastikan terdapat minimal dua level pejabat struktural tertinggi tetap bekerja di kantor. ASN yang bekerja di rumah harus betul-betul bekerja dan tentunya bukan berlibur.
Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Agus Pambagio, menilai, kendati langkah strategis yang diputuskan untuk mengatasi penyebaran Covid-19 dinilai sangat terlambat, kebijakan menjaga jarak, di antaranya dengan media telekonferensi seperti saat rapat di Istana, dinilai sudah cukup bagus. (NTA/LAS/INA/INK/HAR)