Solusi pemberian jabatan bagi semua perwira tinggi dilihat sebagai solusi sementara atas persoalan menumpuknya perwira tinggi dan menengah. Sistem personalia yang mengedepankan meritokrasi harus dibangun.
Oleh
EDNA C PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Reorganisasi dalam tubuh TNI sebagaimana digariskan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 dalam implementasinya memberikan ruang jabatan bagi semua perwira tinggi TNI Angkatan Darat.
Solusi ini dilihat sebagai solusi sementara atas persoalan menumpuknya perwira tinggi dan menengah. Sistem personalia yang mengedepankan meritokrasi harus dibangun untuk membuat TNI AD lebih profesional.
”Ada tambahan ruang jabatan untuk 239 perwira tinggi,” ujar Kepala Staf TNI AD Jenderal Andika Perkasa dalam konferensi pers seusai membuka Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AD Tahun 2020, Rabu (26/2/2020).
Andika mengatakan, peraturan presiden (perpres) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada November 2019 menjadi dasar reorganisasi TNI. Untuk TNI AD, usulan reorganisasi didasarkan pada kondisi banyaknya perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) setingkat kolonel yang tidak memiliki jabatan. ”Awal tahun lalu, ada 78 perwira tinggi dan 502 kolonel yang tidak punya jabatan,” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah ini, TNI AD lalu menyusun proposal. Proposal tersebut menyampaikan ruang-ruang jabatan untuk pati dan pamen yang bisa diadakan. Dengan keluarnya perpres tersebut, niat TNI AD bisa terlaksana.
Ada tambahan ruang bagi 239 jabatan pati. Andika mengatakan, di antaranya ada komando resor militer (korem) baru serta beberapa korem akan dinaikkan kelasnya sehingga komandan korem akan dijabat oleh mereka yang berpangkat brigadir jenderal, dibandingkan saat ini oleh kolonel.
Andika yang antara lain didampingi Kepala Staf Umum TNI Letjen Joni Supriyanto mengatakan, pekan ini akan diadakan rapat di Mabes TNI. Rapat tersebut akan membahas beberapa jabatan yang akan diisi untuk pertama kalinya. Keputusan Panglima TNI akan ditindaklanjuti dengan sidang jabatan kolonel di mabes angkatan.
”Dengan sidang pra-Wanjakti minggu ini di mabes tidak ada lagi pati yang tidak ada jabatan kecuali memang sedang pendidikan atau memang satu dan lain hal tidak bisa,” ucap Andika.
Peneliti militer dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Evan Laksmana, mengatakan, solusi memberikan jabatan baru dan melebarkan struktur TNI merupakan solusi sementara. Untuk benar-benar menyelesaikan akar masalah, lanjutnya, sistem personalia harus diperbaiki.
”Akar masalah ada di sistem personel yang belum meritokratik, terbuka, dan profesional,” kata Evan.
Ia juga mengingatkan tentang sistem pendidikan di Akademi Militer (Akmil). Dalam 15 tahun terakhir, terjadi peningkatan jumlah lulusan Akmil. Hal ini masih ditambah dengan beban personel yang terjadi karena akan diperpanjangnya usia pensiun dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Hal ini membuat perwira lulusan Akmil tahun ’70-an semakin lama berada di puncak pimpinan. Padahal, angkatan ’80-an lebih banyak jumlahnya.
”Walaupun ini bisa menjadi solusi sementara, sistem personel harus dirombak,” ucap Evan. Ia khawatir karena ada pengumuman peningkatan jumlah lulusan Sekolah Calon Perwira (Secapa) dan Akmil serta ada rencana perpanjangan usia pensiun dalam rencana revisi UU TNI.
Rapim TNI AD dihadiri 834 perwira tidak saja dari kalangan internal TNI AD, tetapi juga perwira yang tengah bertugas di instansi lain. Para istri juga diundang dalam acara yang dimulai dengan olahraga bersama ini. Andika juga mengajak para perwira untuk berjalan-jalan meninjau pembangunan dan perbaikan beberapa gedung Mabes TNI AD.