Semakin terhubungnya masyarakat di era digital memunculkan berbagai dampak, termasuk kejahatan siber. Di tengah keterbatasan anggaran, personel, dan peralatan Polri, model pemolisian hibrida bisa jadi opsi.
Oleh
Ingki Rinaldi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semakin terhubungnya masyarakat di era digital memunculkan berbagai dampak, termasuk terjadinya kejahatan siber. Di tengah keterbatasan anggaran, personel, dan peralatan Kepolisian Negara Republik Indonesia, model pemolisian hibrida atau hybrid policing bisa menjadi salah satu alternatif solusi.
Gagasan tersebut muncul dari hasil riset Kisnu Widagso, pengajar Kriminologi FISIP Universitas Indonesia, yang dipaparkan dalam diskusi hasil riset aktual FISIP UI, Kamis (13/2/2020). Forum bertopik Masyarakat Digital itu menjadi bagian rangkaian diskusi dengan tema ”Demokrasi, Masyarakat Digital, dan Keadilan Sosial”, dalam rangka Dies Natalis Ke-52 FISIP UI.
Selain Kisnu, hadir pula sebagai pemapar hasil riset dua pengajar komunikasi UI, Endah Triastuti dan Inaya Rakhmani, serta Guru Besar Sosiologi UI Paulus Wirutomo. Paparan itu ditanggapi tiga penanggap, yakni Direktur Eksekutif SAFENet Damar Juniarto, Tenaga Ahli Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Basuki Agus Suparno, serta Manajer Media Sosial Harian Kompas Andreas Maryoto.
Pemolisian hibrida
Apabila diukur berdasarkan kecukupan anggaran, personel, dan peralatan, termasuk biaya perpanjangan pemakaian perangkat lunak, hal ini membuat kemampuan ideal penanganan kasus-kasus kejahatan siber relatif hanya dimiliki Mabes Polri, Polda Metro Jaya, dan Polda Jatim.
Menurut Kisnu, hanya ada 600 penyidik siber di seluruh Indonesia pada 2018. Sementara itu, jumlah penyidik pidana umum sekitar 44.000 orang. Apabila diukur berdasarkan kecukupan anggaran, personel, dan peralatan, termasuk biaya perpanjangan pemakaian perangkat lunak, hal ini membuat kemampuan ideal penanganan kasus-kasus kejahatan siber relatif hanya dimiliki Mabes Polri, Polda Metro Jaya, dan Polda Jatim.
Dalam konteks pemolisian hibrida, Kisnu menambahkan, polisi harus melakukan pemolisian di udara atau di dunia virtual dan pemolisian di darat atau di dunia nyata. Pemolisian di udara bisa dilakukan dengan membuat laman-laman atau sejumlah grup yang mempromosikan cara menggunakan internet yang baik. Selain itu, bisa juga dengan mengembangkan aplikasi yang bisa digunakan untuk mencari informasi, berkomunikasi, dan sebagainya.
Sementara itu, pemolisian di darat, sebut Kisnu, bisa memanfaatkan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat untuk menyentuh masyarakat lewat berbagai kunjungan, pertemuan, ataupun kegiatan.
Media massa masih menjadi pilar penyedia informasi publik yang akurat. Namun, masalahnya, karena sifat dan arus informasinya berubah, media massa agak kebingungan dengan hal itu.
Sementara Endah menyebutkan bahwa berdasarkan hasil riset, media massa masih menjadi pilar penyedia informasi publik yang akurat. Namun, masalahnya, karena sifat dan arus informasinya berubah, media massa agak kebingungan dengan hal itu.
Dalam bagian riset yang dipaparkannya, Endah menemukan bahwa data dalam industri media arus utama di Indonesia masih diperlakukan sebagai produk yang dikonsumsi. Hal ini alih-alih menggunakan data sebagai industri yang bisa dijual.