Pemerintah Diminta Selektif untuk Terapkan Kebijakan Tak Memulangkan Teroris Asal Indonesia
Sebagian warga mendukung kebijakan pemerintah untuk tidak memulangkan para teroris lintas batas. Akan tetapi, ada pula yang berpandangan sebaliknya.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga mendukung kebijakan pemerintah untuk tidak memulangkan para teroris lintas batas (foreign terorist fighters/FTF) asal Indonesia. Akan tetapi, pemerintah diminta tidak pukul rata dalam menerapkan kebijakan itu. Orang-orang yang masih bisa rujuk dengan Indonesia bisa dipertimbangkan untuk dipulangkan.
Sonia Moningka (73) baru saja selesai membaca koran di rumahnya di Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2020) pagi. Ia pun turut membaca berita kebijakan pemerintah untuk tidak memulangkan FTF. ”Sudah betul itu. Sebaiknya mereka tidak usah kembali, jangan sampai mereka nantinya menularkan paham radikal setelah kembali ke Indonesia,” ujarnya.
Kendati demikian, Sonia meminta pemerintah untuk terus memantau kondisi FTF asal Indonesia yang berada di luar negeri itu. Bisa saja suatu saat sikap dan perilaku mereka berubah. Pada saat itu, peluang untuk kembali ke Tanah Air bisa dipertimbangkan.
”Saya meyakini bahwa orang bisa berubah, ya. Pasti mereka suatu saat bakal rindu sama Tanah Air dan keluarga di sini,” katanya.
Karyawan perusahaan logistik di Jakarta Pusat, Diki Aryadi (37), berpendapat, FTF sudah terpapar paham radikal. Memulangkan mereka akan memicu kecemasan warga Indonesia. ”Terlebih Indonesia juga pernah mengalami beberapa aksi terorisme. Khawatirnya, mereka dipulangkan terus menyebarkan paham radikal ke masyarakat kita,” katanya.
Hal senada dikatakan Malvin Simanjuntak (19) dan Briant (19), keduanya mahasiswa tahun pertama Universitas Pertamina. Briant mendukung sepenuhnya keputusan pemerintah itu sebab ia punya pengalaman terkait terorisme di kampungnya di Jawa Tengah. Pelaku bom bunuh diri di Pos Pantau Lalu Lintas Pertigaan Kartasura, Jawa Tengah, Juni 2019, RA (22), merupakan kakak kelasnya sewaktu SMP.
”Saya khawatir, pemulangan FTF akan memicu serangan teror lanjutan di Indonesia,” katanya.
Sementara bagi Malvin, kebijakan pemerintah untuk tidak mengembalikan FTF memang sudah pas. Hanya saja, hal ini akan menutup informasi penting yang bisa diperoleh terkait dengan pola perekrutan teroris.
”Sebetulnya, kan, bisa saja mereka pulang terus dipantau, terus diminta informasi bagaimana propaganda dari organisasi teroris yang bisa memikat mereka. Dari situ nantinya orang tersebut menjadi juru bicara pemerintah untuk mengampanyekan bahwa organisasi terorisme itu tidak benar,” katanya.
Orang-orang yang masih terbuka dengan nilai-nilai keindonesiaan harus tetap diberi peluang.
Karyawan swasta Gina Manunggal (25) berpendapat, kebijakan pemerintah untuk tidak memulangkan FTF tidak bisa dipukul rata. Pemerintah harus membuat indikator tertentu dalam memutuskan FTF tersebut dilarang masuk Indonesia.
Orang-orang yang masih terbuka dengan nilai-nilai keindonesiaan, menurut dia, harus tetap diberi peluang. ”Saya lebih setuju pemerintah terlebih dulu memberi kesempatan dengan membuat indikator tertentu bagi FTF itu. Siapa tahu, dengan nilai-nilai kenegaraan yang kemudian ditanamkan malah nasionalisme mereka menjadi kuat,” katanya.
Pegiat teater Fitri Adelina (32) menambahkan, jika FTF itu sudah tidak aktif di organisasi teroris, pemerintah harus wajib melindungi mereka. Keinginan mereka untuk pulang pun harus difasilitasi pemerintah.
Jikapun ada di antara mereka yang membakar paspor, pemerintah harus melihat lagi kondisi mereka. ”Apa betul mereka membakar paspor atas kesadaran sendiri atau jangan-jangan mereka berada di bawah paksaan? Pemerintah harus jeli dalam hal ini,” katanya.
Pemerintah akhirnya memutuskan tidak memulangkan FTF, kemarin. Pertimbangannya adalah demi memberi rasa aman kepada rakyat di Tanah Air. Akan tetapi, terhadap anak-anak di bawah usia 10 tahun yang dibawa orangtuanya atau yatim piatu, pemerintah akan mempertimbangkan lagi.
Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, menyebutkan, berdasarkan informasi, saat ini terdapat 689 FTF asal Indonesia yang berada di Suriah, Turki, dan beberapa negara lain. Namun, Indonesia punya data sendiri yang masih divalidasi.
Sejauh ini tercatat 228 orang yang sudah teridentifikasi. Pemerintah pun akan menghitung data yang lebih valid soal jumlah dan identitas mereka yang bergabung dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (Kompas, 12/2/2020).