Tersangka Korupsi Jiwasraya Jajaki Penggantian Kerugian Negara
Tersangka kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjajaki kemungkinan pembayaran kerugian negara selama tidak dalam bentuk uang tunai. Skema ini diyakini dapat meringankan tersangka saat proses di pengadilan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggantian kerugian negara oleh tersangka dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus diupayakan. Salah satu tersangka kasus ini bersedia membayar kerugian negara selama tak menggunakan uang tunai. Meski tidak menghapuskan tindak pidana, pembayaran kerugian negara bisa dinilai sebagai hal yang meringankan di pengadilan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan sekaligus menahan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro, serta Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat.
Kuasa hukum Heru Hidayat, Soesilo Aribowo, menjelaskan, Badan Pemeriksa Keuangan belum merilis total kerugian negara akibat kasus ini. Kendati demikian, kliennya sudah berniat membayar jika BPK sudah memastikan kerugian negara.
Dia juga menghormati langkah Kejagung yang menyelesaikan kasus ini. ”Hanya saja konsep penyelesaian yang sekarang ini, seperti dengan fresh money, sulit dipenuhi klien saya karena aset yang ada tidak semua likuid,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Untuk membayar kerugian negara, dia membutuhkan restrukturisasi korporasi, seperti dengan menukar saham dan penjadwalan utang sebagian. ”Untuk hal ini, kami bisa membuat composition plan-nya,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Benny Tjokro, Muchtar Arifin, masih mempertimbangkan beberapa opsi untuk kepentingan kliennya. Namun, ia belum bersedia menjelaskan lebih lanjut mengenai opsi yang dimaksud.
Senin (3/2/2020) malam, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah menjelaskan bahwa penyidik tidak mau berspekulasi lebih jauh soal keinginan tersangka untuk mengganti kerugian negara. Menurut dia, hingga saat ini belum ada niat baik dari para tersangka untuk mengganti uang negara.
Dihubungi terpisah, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan, pergantian uang negara tidak akan menghapus unsur pidana. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. ”Namun, penggantian kerugian negara dapat dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan di pengadilan,” katanya.
Dalam kasus Jiwasraya, kerugian negara terletak pada kewajiban Jiwasraya selaku BUMN untuk mengembalikan uang nasabah. ”Jika hal serupa terjadi pada perusahaan swasta agak sulit digeser ke korupsi karena sebenarnya masuk keperdataan yang dapat dikualifikasikan keputusan keputusan bisnis,” katanya.
Awalnya, Kejagung menyatakan bahwa kerugian negara mencapai Rp 13 triliun dari kasus ini. Namun, kemudian Kejagung menyatakan kepastian kerugian negara masih dihitung oleh BPK.