Manuver Politik di Balik Pembentukan Pansus dan Panja Jiwasraya
Sejumlah fraksi di DPR terbelah. Dua fraksi di DPR sepakat membentuk panitia khusus hak angket, sedangkan tujuh fraksi membentuk panitia kerja. Panitia khusus perlu dibentuk karena ada nuansa politis dalam kasus ini.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat terbelah sikap dan manuver politiknya setelah terkuaknya kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun. Dua fraksi sepakat membentuk panitia khusus hak angket, sedangkan tujuh fraksi membentuk panitia kerja.
Pada Selasa (4/2/2020), sejumlah anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Demokrat menemui Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengajukan usulan pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket Jiwasraya. Kedua fraksi ini telah memenuhi persyaratan administrasi untuk mengusulkan pembentukan pansus karena sudah mendapat persetujuan lebih dari 25 anggota DPR dan diusulkan lebih dari satu fraksi.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman, menjelaskan, kasus Jiwasraya bukanlah kasus kriminal biasa, melainkan ada nuansa politis di dalamnya. Oleh sebab itu, pansus perlu dibentuk.
”Kalau ini kasus kriminal biasa, bisa ditangani aparat penegak hukum saja. Namun, kami mencium adanya dugaan nuansa politik di dalam kasus Jiwasraya,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Kalau ini kasus kriminal biasa, bisa ditangani aparat penegak hukum saja. Namun, kami mencium adanya dugaan nuansa politik di dalam kasus Jiwasraya.
Menurut Benny, pembentukan pansus diperlukan bukan hanya sekadar untuk mengembalikan uang nasabah. Pansus juga akan menelusuri ke mana saja aliran dana dalam kasus ini.
”Ini harus dibuka secara gamblang, karena ada dugaan uang ini pernah digunakan untuk pemilihan umum (pemilu). Perlu ada kejelasan agar tidak ada prasangka dan spekulasi hal-hal buruk,” ucapnya.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, mengatakan, sebaiknya tiga panitia kerja (panja) yang ada di Komisi III, Komisi VI, dan Komisi XI bisa dilebur untuk menjadi pansus. Kinerja panja tidak efektif karena terpisah dari bermacam komisi.
”Komisi III dari aspek penegakan hukum, Komisi VI terkait aspek korporasi BUMN, kemudian Komisi XI dari aspek keuangan. Seharusnya ketiga komisi ini bisa bergabung untuk membentuk pansus,” ucapnya.
Ecky pun mengajak fraksi lain agar bersedia membentuk pansus ini. Pansus layak dibentuk karena kasus Jiwasraya telah menimbulkan kerugian sangat besar bagi negara.
Sebelumnya, dalam artikel di media sosialnya, Presiden ke-6 RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, menyebutkan ada dugaan pembentukan pansus maupun panja Jiwasraya bertujuan untuk membidik dan menjatuhkan pihak-pihak tertentu. Namun, ia pun belum bisa memastikan kebenaran hal tersebut.
Yudhoyono menyebut sejumlah nama tokoh yang diduga hendak dibidik dan dijatuhkan saat itu. Mantan Gubernur Bank Indonesia yang juga Wakil Presiden ke-11, Boediono, dan Sri Mulyani Indrawati, yang menjabat Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, disebut Yudhoyono ditargetkan untuk dijatuhkan.
Terkait hal itu, Benny mengatakan, dugaan keterlibatan pihak-pihak di lingkaran istana baru bisa terungkap ketika proses penyelidikan di pansus berjalan. Ia juga tidak mau berspekulasi lebih jauh tentang hal ini.
Hari ini, sejumlah fraksi di Komisi III DPR membentuk panja Jiwasraya. Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Herman Hery mengatakan, pada 13 Februari nanti, panja Jiwasraya di Komisi III akan memanggil Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus untuk mendalami informasi terkait kasus ini.
Para anggota panja juga nantinya harus menghargai hal-hal yang bersifat rahasia karena masih dalam proses penyidikan. ”Tujuan dibentuknya panja ini bukan untuk mengintervensi, melainkan menjalankan fungsi pengawasan agar kasus ini bisa lekas selesai,” katanya.
Bukan memolitisasi
Anggota panja Jiwasraya di Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan, pembentukan panja Jiwasraya tidak bertujuan untuk membidik ataupun menjatuhkan pihak mana pun yang diduga terlibat dalam kasus ini.
”Tujuan pembentukan panja bukanlah untuk memolitisasi kasus ini, melainkan bertujuan untuk mengawasi dan mencari solusi,” ujarnya.
Tujuan pembentukan panja bukanlah untuk memolitisasi kasus ini, melainkan bertujuan untuk mengawasi dan mencari solusi.
Ade mengakui, pada 13 Januari lalu dia menyarankan agar dibentuk pansus. Namun, pada 14 Januari, pemerintah mengusulkan agar lebih baik dibentuk panja saja.
”Pemerintah pun telah berkomitmen untuk menyeret pelaku ke ranah hukum dan berjanji untuk mengembalikan uang nasabah. Oleh sebab itu, kami sepakat untuk dibentuk panja di Komisi VI, Komisi III, dan Komisi XI,” ucapnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, mengemukakan, ada unsur politis dari pembentukan panja dan pansus Jiwasraya. Partai yang berada di luar koalisi pemerintah cenderung ingin membentuk pansus. Adapun partai yang berada di koalisi pemerintah lebih condong membentuk panja.
”Saya menilai pembentukan panja ini merupakan salah satu upaya sejumlah fraksi di DPR untuk menutupi kasus ini. Hal ini disebabkan adanya permintaan dari pemerintah,” ujarnya.
Pembentukan panja merupakan salah satu upaya sejumlah fraksi di DPR untuk menutupi kasus ini. Hal ini disebabkan adanya permintaan dari pemerintah.
Menurut Lucius, pembentukan panja sebenarnya tidak efisien karena terpisah di tiga komisi. Sebaiknya panja dilebur menjadi pansus.
”Sebenarnya cukup sulit untuk membentuk pansus, karena bisa saja dalam rapat Bamus sebelum paripurna, mayoritas fraksi menolak pembentukan pansus. Oleh sebab itu, Demokrat dan PKS perlu berupaya lebih kuat untuk melobi fraksi lain,” katanya.
Pembentukan pansus ini, lanjut Lucius, sebaiknya jangan hanya karena motif politis semata. Pansus harus benar-benar bisa mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus ini dan memprioritaskan pengembalian dana kepada nasabah.