Manfaatkan Perbedaan untuk Melengkapi, Bukan Berkelahi
Sikap eksklusif dan tidak bersedia mengakui perbedaan diyakini akan membuat suatu bangsa semakin tertinggal dari bangsa-bangsa lain.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sikap eksklusif dan tidak bersedia mengakui perbedaan diyakini akan membuat suatu bangsa semakin tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Perbedaan hendaknya dipergunakan untuk saling melengkapi dan tidak dijadikan alasan untuk berkelahi.
Pandangan tersebut mengemuka dalam kegiatan bincang-bincang bertajuk ”Gen Pancasila, Merayakan Imlek ala Generasi Milenial” di Jakarta, Sabtu (1/2/2020). Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Forum Bentara Pancasila.
Sejumlah tokoh didapuk untuk memberikan pandangannya mengenai isu-isu keberagaman dan toleransi, yaitu putri Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid; atlet peraih medali emas Olimpiade Sydney 2000, Candra Wijaya; Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Benny Susetyo; dan selebritas muda Steffy Ai.
Benny mengatakan, di era Revolusi Industri 4.0 seperti saat ini, negara yang tertutup dan eksklusif akan jauh tertinggal dibandingkan dengan negara inklusif dan terbuka. Hal itu, ujarnya, telah disadari oleh Arab Saudi.
Citra konservatif yang dulu melekat pada negara kerajaan itu kini perlahan-lahan mulai berubah. Dulu, polisi agama akan menggerebek restoran yang memutar musik. Perempuan yang tidak berjilbab dan memakai kuteks atau cat kuku merah akan langsung ditangkap.
Kini, ada bioskop dan sering ada konser musik di Arab Saudi. Perempuan juga boleh menyetir dan bepergian tanpa harus meminta izin kepada laki-laki. Perempuan juga boleh duduk bersama laki-laki dan tidak perlu duduk terpisah saat makan di restoran.
”Maka, Presiden Jokowi mengatakan, sekarang kesempatan kita merebut ruang. Semakin merayakan keberagaman dan kemajemukan, itu menjadi modal kita mendapat masa depan yang gemilang,” kata Benny.
Ia berharap, generasi milenial Indonesia menjunjung keterbukaan, inklusif, dan menghargai keberagaman. Benny mengajak generasi milenial untuk menjadi kekuatan dan modal bangsa meraih kemajuan.
Inaya Wahid mengibaratkan kekuatan keberagaman seperti perjuangan para tokoh dalam film pahlawan super Avengers. Menurut dia, para pahlawan super itu tidak akan dapat meraih tujuannya (mengalahkan musuh) jika tidak beragam.
Setiap pahlawan super yang tergabung dalam Avengers itu memiliki kekuatan berbeda-beda. Kekuatan itulah yang menyebabkan mereka saling melengkapi dan sulit untuk dikalahkan.
Kondisi itu, katanya, serupa dengan wajah masyarakat Indonesia yang amat majemuk. Perbedaan jika digunakan untuk saling melengkapi akan menghasilkan kekuatan yang dahsyat. Sebaliknya, sangat disayangkan jika perbedaan dan keberagaman digunakan sebagai alasan untuk berselisih atau berkelahi.
”Ini sesuai dengan Pancasila dan ini prinsip keadilan. Semakin banyak keberagamannya, artinya kekuatan Indonesia semakin besar. Semakin kaya kita, semakin kuat,” ucap Inayah.
Sementara itu, Candra Wijaya menuturkan pengalamannya ketika sering mendapat tindakan diskriminasi saat masih kanak-kanak. Candra bisa berdamai dengan kondisi itu dan justru makin terlecut untuk membuktikan bahwa dirinya bisa memberikan kontribusi bagi Indonesia.
Tekad dan semangat itu yang kemudian mengantarkannya meraih medali emas cabang bulu tangkis di Olimpiade Sydney 2000.
”Apa yang saya raih bukan semata karena diri sendiri. Ada peran orangtua dan juga pemerintah,” katanya.