Polemik keberadaan Harun Masiku, tersangka penyuapan terkait pergantian anggota DPR, membuat Ronny F Sompie diberhentikan dari Dirjen Imigrasi. Pengungkapan kasus Harun menjadi pertaruhan kredibilitas berbagai lembaga.
JAKARTA, KOMPAS —Setelah lebih dari tiga pekan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 9 Januari 2020, Harun Masiku belum juga dapat ditangkap. Akibat kasus Harun yang diduga menyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, ini, Ronny F Sompie pada Selasa (28/1/2020) diberhentikan sebagai Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Keberadaan Harun, yang adalah bekas calon anggota legislatif dari PDI-P di Pemilu 2019, saat ini belum diketahui. Pengungkapan kasus ini menjadi penting untuk menjaga kredibilitas pemerintahan sekaligus untuk menepis keraguan publik.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang juga merupakan pengurus DPP PDI-P, sempat mendapat sorotan negatif publik karena adanya simpang siur informasi terkait keberadaan Harun. Awalnya Ditjen Imigrasi Kemenkumham menyampaikan, berdasarkan data perlintasan, pada 6 Januari Harun bertolak ke Singapura dan sejak itu belum kembali ke Indonesia.
Supaya terjadi hal-hal yang betul-betul independen dalam penelitian.
Baru pada 22 Januari, Ditjen Imigrasi menyatakan, 7 Januari Harun sudah kembali ke Tanah Air. Keterlambatan sistem informasi imigrasi dijadikan alasan kesimpangsiuran data perlintasan Harun.
Terkait persoalan ini, kemarin, Yasonna memberhentikan Ronny F Sompie. Yasonna lalu menunjuk Inspektur Jenderal Kemenkumham Jhoni Ginting sebagai Pelaksana Harian Dirjen Imigrasi. Yasonna juga memberhentikan Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian (Sisdik) Alif Suaidi yang dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan sistem informasi imigrasi.
”Supaya terjadi hal-hal yang betul-betul independen dalam penelitian, supaya jangan ada conflict of interest nanti, saya sudah memfungsionalkan Dirjen Imigrasi dan Direktur Sisdik,” kata Yasonna.
Yasonna menilai ada kejanggalan pemberian informasi perlintasan Harun. Karena itu, ia membentuk tim independen untuk menyelidiki duduk persoalan yang terjadi. Tim independen merupakan gabungan dari Kementerian Komu-
nikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI, dan Ombudsman RI.
Namun, anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menegaskan, Ombudsman tak masuk dalam tim gabungan bentukan Kemenkumham untuk mencari fakta-fakta terkait Harun. ”Kami merupakan pengawas eksternal, tidak tergabung dalam tim tersebut,” ujarnya.
Ombudsman RI juga sedang menyelidiki dugaan malaadministrasi di Ditjen Imigrasi terkait keterlambatan informasi kepulangan Harun Masiku.
Keseriusan
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengingatkan semua pihak agar bekerja profesional sesuai aturan. Menurut dia, masyarakat terus memantau sehingga pekerjaan yang diselesaikan tanpa mengikuti aturan berpengaruh pada persepsi publik.
Dia mengingatkan, kepercayaan masyarakat dapat dijaga jika pejabat terkait bekerja untuk masyarakat dan tidak bertujuan hanya demi kepentingan kelompok.
Pengajar Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, mengingatkan, KPK dan Kemenkumham bertanggung jawab memberi penjelasan kepada publik soal kegaduhan yang terjadi. Kredibilitas lembaga jadi taruhan.
Terkait hal itu, Ketua KPK Firli Bahuri menuturkan, pihaknya telah mencari Harun ke sejumlah lokasi, baik di Indonesia timur, Sumatera, maupun tempat-tempat yang diduga jadi persembunyian Harun. ”Kami bekerja tak perlu gembar-gembor. Saya yakin Harun akan tertangkap pada waktunya. Ditunggu saja,” kata Firli.
Saat persoalan Harun belum tuntas, KPK berhadapan dengan polemik pengembalian jaksa dan penyidik KPK ke instansi asal. Padahal, masa tugas mereka masih lama. Mereka adalah jaksa Yadyn Palembangan dan Sugeng. Yadyn disebut-sebut terlibat dalam satuan tugas yang menangani kasus Harun. ”Saya tak bisa menjawab secara detail karena kode etik,” ucap Yadyn.
Prinsipnya, ujarnya, jaksa merupakan pengendali penanganan perkara sehingga akan dilibatkan memberi nasihat hukum. Namun, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Yadyn bukan jaksa yang menangani dugaan suap terhadap Wahyu.
Adapun Firli Bahuri menjelaskan, pengembalian personel KPK ke instansi asal itu atas permintaan kepala lembaga terkait setelah bertemu dengannya dalam kunjungan beberapa waktu lalu.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan, penarikan dua jaksa yang bertugas di KPK untuk kebutuhan organisasi. Ia menampik penarikan itu terkait kasus yang ditangani jaksa itu di KPK.