Keruwetan birokrasi dan tumpang tindih regulasi di Indonesia menjadi salah satu hambatan untuk meningkatkan investasi.
Oleh
Iwan Santosa
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keruwetan birokrasi dan tumpang tindih regulasi di Indonesia menjadi salah satu hambatan untuk meningkatkan investasi. Padahal, pertumbuhan ekonomi menjadi target yang harus dikejar di tengah prediksi akan terjadinya resesi ekonomi global.
Selain itu, penyebaran paham radikal menjadi ancaman nyata yang mengancam eksistensi Pancasila dan bisa memicu disintegrasi bangsa.
Persoalan tersebut mengemuka dalam seminar Forum Komunikasi Bakohumas Kementerian dan Lembaga yang digelar oleh Badan Intelijen Negara (BIN) di Markas BIN di Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2019).
Dalam acara yang bertema ”Sinergitas Kehumasan Mengantisipasi Dampak Kebijakan Pemerintah, Penyederhanaan Regulasi, dan Deradikalisasi” ini hadir juru bicara BIN, Wawan Hari Purwanto; anggota Dewan Pengawas LPP RRI, Dwi Hernuningsih; serta Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Widodo Muktiyo.
Menurut Wawan Purwanto, Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin menyerukan untuk menyederhanakan regulasi dan merampingkan postur birokrasi. Keruwetan birokrasi dan tumpang tindih regulasi akan mengganggu implementasi kebijakan Pemerintah Indonesia.
Pemerintah terus berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar dapat bekerja sama mendukung berbagai kebijakan prioritas pemerintah dalam penyederhanaan peraturan.
”Pemerintah juga gencar memerangi penyebaran radikalisme yang terus menyasar berbagai lapisan masyarakat, tidak terkecuali aparatur sipil negara (ASN). Bahkan juga di lingkungan aparatur negara lain yang merupakan ujung tombak pelayanan publik,” kata Wawan.
Saat pembukaan acara, Sekretaris Utama BIN Zaelani mengingatkan, dalam upaya menyederhanakan regulasi dan deradikalisasi, sangat mungkin terjadi resistensi dari elemen masyarakat yang belum memahami kebijakan tersebut.
”Antisipasi atas resistensi tersebut perlu diminimalkan, bahkan direduksi dampaknya, guna menghindari polemik yang dapat memicu kegaduhan publik,” ujar Zaelani.
Prediksi soal resistensi itu, di antaranya, berupa hambatan dari oknum yang selama ini mengeruk keuntungan dari karut-marut regulasi. Rencana perampingan birokrasi juga berpeluang mendapatkan resistensi dari kalangan ASN yang merasa kepentingannya terganggu.
Selanjutnya, program deradikalisasi berpotensi terus dipolitisasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang selama ini mendiskreditkan pemerintah demi melancarkan agenda politik kelompoknya.
Melalui berbagai cara, kelompok tersebut terus membangun opini dan membenturkan pemerintah dengan umat beragama melalui berbagai opini negatif, seperti isu pemerintah anti-Islam atau membatasi kebebasan berekspresi.
Wawan menjelaskan, apa yang dilaksanakan oleh pemerintah merupakan cara untuk mencegah Indonesia terjerumus ke dalam berbagai konflik dan juga untuk melindungi bangsa Indonesia dari perpecahan.
Pihaknya menyadari, munculnya berbagai resistensi terhadap penerapan kebijakan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa sosialisasi kepada publik masih belum optimal.
Menyikapi masalah tersebut, BIN kemudian mengundang seluruh jajaran humas kementerian dan lembaga untuk ikut menyosialisasikan berbagai kebijakan pemerintah.
Kegiatan ini untuk membangun sinergi kehumasan agar upaya sosialisasi penerapan kebijakan pemerintah dapat dicerna dan diterima secara mudah oleh masyarakat.