PDI-P dan Partai Gerindra sama-sama menampik adanya lobi jatah menteri saat Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri berdiskusi dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dalam penentuan Ketua MPR.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PDI-P dan Partai Gerindra sama-sama menampik adanya lobi jatah menteri saat Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri berdiskusi dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dalam penentuan Ketua MPR 2019-2024, Kamis (3/10/2019) malam.
Seperti diketahui, hasil dari konsultasi itu, Gerindra kemudian menarik Ahmad Muzani dari pencalonan Ketua MPR. Dengan demikian, Bambang Soesatyo dari Partai Golkar menjadi calon tunggal dan ditetapkan menjadi Ketua MPR.
Ketua DPP PDI-P yang menjabat Ketua DPR Puan Maharani, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (4/10/2019), mengatakan, komunikasi antara Prabowo dan ibunya, Megawati, hal yang biasa, bahkan sudah sering terjadi.
Namun, dia menampik jika dalam komunikasi yang membuat Muzani ditarik dari pencalonan Ketua MPR karena ada kesepakatan terkait kursi menteri di kabinet presiden-wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Partai disebutnya tidak tahu apa-apa terkait postur kabinet, termasuk personel yang akan mengisi setiap kementerian di kabinet tersebut.
”Terkait posisi menteri dan kabinet, itu merupakan hak prerogatif Presiden,” katanya.
Wakil Ketua MPR dari Gerindra yang juga Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani juga menampik ada lobi jatah menteri di balik mundurnya dia dari pencalonan Ketua MPR. ”Tidak ada pembicaraan seperti itu. Hal-hal yang kami diskusikan terkait masalah kebangsaan,” ucapnya.
Dia kembali menjelaskan, Prabowo memintanya merelakan jabatan Ketua MPR demi kepentingan strategis yang lebih besar. Selain itu, Prabowo juga melihat besarnya dukungan pada Bambang Soesatyo yang membuat Muzani tidak mungkin bisa menjabat Ketua MPR.
Muzani juga tidak mau berkomentar terkait pencalonannya yang tidak didukung oleh partai-partai pendukung Prabowo di Pemilu Presiden 2019, yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional. Menurut dia, lobi-lobi terhadap ketiga partai itu telah diupayakan, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
PDI-P seperti diketahui partai politik utama pendukung presiden-wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Jokowi juga kader PDI-P.
Rekomendasi MPR
Setelah terpilih menjadi Ketua MPR, Bambang mengucapkan terima kasih kepada Megawati dan Prabowo sehingga pemilihan Ketua MPR bisa berjalan secara musyawarah dan mufakat. Ia pun akan menindaklanjuti rekomendasi MPR 2014-2019 yang menginginkan agar ada amendemen terbatas konstitusi untuk menghadirkan sistem haluan negara.
”Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga negara yang mencerminkan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Di lembaga ini berhimpun anggota DPR yang mewakili partai-partai politik dan anggota DPD yang mewakili daerah-daerah seluruh Indonesia. Karena itu, mari kita jadikan MPR sebagai rumah kebangsaan,” katanya.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI-P Ahmad Basarah mengatakan, sejak awal, partainya tidak menginginkan posisi Ketua MPR. Alasannya untuk menghindari pemenang pemilu mengambil semua posisi strategis.
”PDI-P ingin konsisten bahwa praktik demokrasi Pancasila itu menghindari praktik pemenang pemilu mengambil semua. Kita sudah sama-sama tahu bahwa Ketua DPR dari PDI-P. Presiden RI Pak Jokowi juga PDI-P. Maka tidak elok jika ketua MPR juga diambil PDI-P,” katanya.
Namun, dukungan PDI-P pada Bambang disebutnya bersyarat. Salah satunya, PDI-P meminta Bambang terus mengupayakan amendemen terbatas konstitusi, utamanya menghidupkan kembali sistem haluan negara yang di masa Orde Baru disebut dengan Garis-garis Besar Haluan Negara.