Penyuap Bupati Kepulauan Talaud Dinyatakan Bersalah
Pengusaha Bernard Hanafi Kalalo dituntut pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Bernard dinilai terbukti bersalah telah menyuap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip.
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengusaha Bernard Hanafi Kalalo dituntut pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Bernard dinilai terbukti bersalah telah menyuap Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip untuk memuluskan upayanya memperoleh proyek di Kabupaten Kepulauan Talaud.
”Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara menjatuhkan putusan menyatakan terdakwa Bernard Hanafi Kalalo secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama,” ujar Jaksa Penuntut Umum Nanang Suryadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Adapun dakwaan pertama yang dimaksud jaksa adalah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Bernard menyuap sesuai dengan permintaan imbalan 10 persen yang diajukan Wahyumi melalui seorang kontraktor bernama Benhur Lalenoh. Bernard dijanjikan memperoleh proyek revitalisasi pasar. Proyek yang dimaksud diduga ada tujuh paket, tetapi yang ditemukan tim KPK saat ini adalah proyek revitalisasi Pasar Lirung dan revitalisasi Pasar Beo yang nilai proyeknya mencapai Rp 5,4 miliar.
Total suap yang diberikan Bernard mencapai Rp 595 juta, antara lain uang tunai sebesar Rp 100 juta, satu telepon seluler satelit merek Thuraya bernilai Rp 28 juta, tas tangan merek Chanel seharga Rp 97,36 juta, dan tas tangan merek Balenciaga seharga Rp 32,99 juta. Ada pula jam tangan merek Rolex bernilai Rp 224,5 juta, sebuah cincin merek Adele Rp 76,92 juta, dan anting merek Adele seharga Rp 32 juta.
Total suap yang diberikan Bernard mencapai Rp 595 juta.
Dalam tuntutan yang dibacakan jaksa, diungkap juga hal yang memberatkan, yakni Bernard tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Untuk hal yang meringankan, Bernard dianggap memberikan keterangan yang membantu membuat terang tindak pidana, berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Bernard pun diberi kesempatan untuk mengajukan nota pembelaannya, baik secara pribadi maupun melalui penasihat hukum yang dijadwalkan pada pekan depan.
Kasus ini terungkap pascaoperasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Wahyumi, Bernard, dan Benhur pada akhir April 2019. Wahyumi yang merupakan istri dari hakim tinggi Pengadilan Tinggi Manado, Armindo Pardede, penuh kontroversi selama menjabat sebagai kepala daerah.
Banyak melanggar aturan
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik menyampaikan, Wahyumi kerap melanggar aturan. Setidaknya, ada sejumlah masalah yang pernah membelit kader Partai Hati Nurani Rakyat ini. Pertama, ia dinonaktifkan dari jabatannya oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo selama Januari-April 2018 karena pergi ke Amerika Serikat tanpa izin gubernur.
Kedua, Wahyumi pernah memutasi 305 aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud seusai penyelenggaraan Pilkada 2018 yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Pada 2015, Wahyumi juga pernah ditegur gubernur karena menjalankan APBD tidak sesuai dengan yang dikonsultasikan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Kompas, 2 Mei 2019).
Wahyumi masih berstatus tersangka dan berkasnya belum dilimpahkan ke pengadilan oleh KPK hingga saat ini.