Megawati Soekarnoputri kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam Kongres V PDI-P di Sanur, Bali, Kamis (8/8/2019). Terpilihnya Megawati ini menandai 26 tahun kiprahnya sebagai pimpinan partai berideologi nasionalis itu, yakni sejak masih bernama PDI, hingga menjadi PDI-P, tahun 1999.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
Megawati Soekarnoputri kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam Kongres V PDI-P di Sanur, Bali, Kamis (8/8/2019). Terpilihnya Megawati ini menandai 26 tahun kiprahnya sebagai pemimpin partai berideologi nasional itu, yakni sejak masih bernama PDI, hingga menjadi PDI-P, tahun 1999.
Kelihaiannya dalam memimpin parpol berlambang banteng dengan moncong putih itu terbukti dalam kurun waktu kepemimpinan yang lama. Dalam dua kali pemilu terakhir, Mega berhasil membawa PDI-P memenangi pemilu legislatif dan pemilu presiden. Partai pun mendakunya kembali sebagai pemimpin PDI-P untuk mengawal dan memberi arahan partai dalam menghadapi tantangan partai lima tahun mendatang.
Dalam pembukaan Kongres V PDI-P, Kamis, Megawati berbicara dengan santai sembari melontarkan kelakar dan ungkapan-ungkapan politis yang halus, lembut, tetapi menyengat. Dalam pembukaan kongres yang dihadiri oleh tokoh nasional, antara lain Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, wapres terpilih Ma’ruf Amin, dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto, dan ketua umum parpol lainnya, Megawati mengibaratkan soliditas partai menghadapi tantangan haruslah seperti titanium. Titanium, bahan mineral padat, yang kuat, tetapi lentur.
Mengusung tema “Solid Bergerak untuk Indonesia Raya,” Mega merefleksikan “soliditas” itu seperti titanium, yang lentur, sehingga kuat dan tidak mudah patah. Demikianlah partai harus bergerak luwes mengimbangi zaman dan tantangan, sehingga halang rintang itu tidak membuat partai dan kadernya runtuh semangat.
“Perpolitikan indonesia itu kejam. Oleh karena itu, kongres ditetapkan dengan tema \'Solid Bergerak untuk Indonesia Raya\'. Gunakan imajinasi kalian, dan solid bergerak sebagai partai yang berideologi Pancasila. Memang tidak mudah. Tetapi jangan mengeluh, karena mengeluh itu mengeluarkan setengah energi, dan tanda dari kelemahan jiwa,” ujarnya.
Dengan bahasa dan ujaran simbolik, Megawati, misalnya, mencontohkan sebagai politisi dalam menyampaikan suatu pendapat, sehingga kritik yang pedas, seharusnya dilakukan seperti orang yang memukul angin. Pukulan itu harus sangat halus, sehingga saking halusnya seperti tidak disadari, tetapi tiba-tiba sakitnya dirasakan lawan politik atau politisi lainnya.
“Kalau nonjok itu bagaimana ya supaya enggak kerasa. Tetapi tiba-tiba sakit. Orang yang dipukul mencari, lho siapa ya yang memukul saya, kok sakit. Tetapi kita diam dan senyum manis saja,” katanya.
Ia menceritakan pengalamannya sebagai politisi yang kerap ditipu. Pengalaman itu mengasahnya menjadi lebih peka dan tajam dalam mengukur segala sesuatu. Keyakinan yang kuat membawanya terus berada dalam rel strategis partai, dan ia menyerukan kadernya agar tidak mengkompromikan hal-hal prinsip.
Maka kalau petinju legendaris Muhammad Ali terkenal dengan gerakan dan pukulannya yang ia sebut “float like a butterfly, sting like a bee,” melayang seperti kupu-kupu, menyengat seperti lebah, Megawati dalam pembukan kongres juga melayangkan "pukulan" yang tidak kalah luwes, sekaligus “menyengat".
"Teknik" memukul angin itu antara lain dilontarkan ketika Megawati membahas kabinet di dalam pembukaan kongres. Ia menceritakan PDI-P sebagai partai oposisi selama 10 tahun. Kendati ditawari kursi kabinet oleh pemerintah, tetapi PDIP konsisten tetap tidak mau masuk ke kabinet. Namun, PDI-P tetap bertahan bahkan menjadi pemenang Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.
“Tetapi nanti Pak Jokowi mesti ada menterinya. Mesti banyak. Orang kita pemenang dua kali. Betul apa tidak? Saksikan ya. Iyalah. Iya dong. Jangan nanti, Ibu Mega, saya kira karena PDI-P sudah banyak kemenangan, sudah ada di DPR, sudah ada di sini… Nanti saya kasih cuman empat ya, ehmm emoh..,” kata Mega yang disambut tepuk tangan bergemuruh dari peserta kongres.
“Pukulan” Mega belum berhenti, karena ia melanjutkan dengan bertutur; “Tidak mau. Tidak mau. Tidak mau. Iya dong, orang yang enggak dapat saja minta. Horeeee…Horeee,” kata Mega yang disambut meriah oleh peserta kongres.
Presiden Jokowi yang duduk berdampingan dengan Wapres Kalla, dan KH Ma’ruf Amin tergelak-gelak mendengarkan ujaran Mega. Para kader yang duduk berhimpitan di ruang Agung, Hotel Grand Inna Bali Beach, tak henti-hentinya menyoraki. “Tidak mau. Tidak mau. Tidak mau,” kata mereka menirukan.
Pada kesempatan lain Megawati bertutur soal Unit Kerja Pembinaan Ideologi Pancasila, di mana dirinya ditempatkan sebagai Ketua Dewan Pengarah. “Saya bilang Pramono (Sekretaris Kabinet Pramono Anung), Pram, mbok kamu ya jangan main-main. Jelek-jelek begini saya Presiden kelima loh. Mosok melorot, memimpin unit kerja presiden. Tapi ini soal pembinaan ideologi Pancasila, ya sudah biar cuma unit doang. Coba Pak Jokowi kan kebangetan. Enggak lihat saya,” kata Mega sembari tertawa yang mendapat sorakan dari peserta kongres.
Presiden Jokowi akhirnya menanggapi permintaan soal kabinet di akhir sambutannya. “Mengenai menteri, tadi Bu Mega kan menyampaikan jangan empat dong. Tapi kalau yang lain dua, tapi PDI-P empat, kan, sudah dua kali (lipat),” tutur Jokowi.
“Kalau yang lain tiga, pasti PDI-P (dibalas hadirin dengan jawaban enam). Belum tentu,” ucap Jokowi yang disambut tawa hadirin. “Yang jelas. PDIP pasti yang terbanyak. Itu jaminannya saya,” ucapnya.