Pemerintah tak hanya membutuhkan dukungan, tetapi juga koreksi supaya kinerjanya bisa semakin baik. Karena itu, semua elemen bangsa, termasuk para aktivis 98 yang mendorong reformasi, harus berani mengevaluasi serta mengoreksi kerja-kerja yang telah dilakukan pemerintah.
Oleh
Anita Yossihara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tak hanya membutuhkan dukungan, tetapi juga koreksi supaya kinerjanya bisa semakin baik. Karena itu, semua elemen bangsa, termasuk para aktivis 98 yang mendorong reformasi, harus berani mengevaluasi serta mengoreksi kerja-kerja yang telah dilakukan pemerintah.
Pentingnya koreksi bagi pemerintah disampaikan Presiden Joko Widodo dalam acara halalbihalal yang digelar Aktivis 98 di sebuah hotel di Jakarta, Minggu (16/6/2019). ”Kita semua harus berani mengevaluasi apa yang telah dikerjakan oleh pemerintah, baik yang sudah berhasil maupun belum. Kita harus berani mengoreksi apa yang harus dikerjakan, apa yang masih kurang, apa yang harus diselesaikan,” katanya.
Dalam acara yang dihadiri para aktivis 98, seperti Adian Napitulu, Ray Rangkuti, Usman Hamid, Wanda Hamidah, dan lainnya, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa ia sudah tidak memiliki beban apa pun pada masa pemerintahan lima tahun ke depan. Dengan begitu, ia akan lebih berani mengambil keputusan penting untuk kebaikan bangsa dan negara Indonesia.
Oleh karena itulah, pemerintah membutuhkan masukan dari sejumlah pihak, tak terkecuali para aktivis 98. ”Dalam lima tahun ke depan, insya Allah saya sudah tidak memiliki beban apa-apa. Jadi keputusan-keputusan yang ’gila’, keputusan-keputusan yang ’miring’, yang itu penting untuk negara ini, akan kami kerjakan. Sekali lagi karena saya sudah tidak memiliki beban apa-apa,” kata Presiden Jokowi.
Kesempatan itu juga dimanfaatkan Jokowi untuk menyampaikan apresiasi atas perjuangan aktivis 98 dalam mendorong reformasi, 21 tahun silam. Saat ini sebagian besar aktivis 98 sudah terjun langsung di pemerintahan, menjadi bupati, wali kota, dan jabatan lain. Banyak pula yang menjadi anggota legislatif, baik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Melihat pengalaman serta kapasitas para aktivis 98, Presiden Jokowi meyakini mereka juga layak duduk sebagai menteri, pimpinan badan usaha milik negara (BUMN), ataupun duta besar. Namun, para aktivis 98 juga diingatkan bahwa negara membutuhkan pemimpin yang berkarakter kuat serta berani mengambil keputusan dengan cepat dalam situasi apa pun.
”Ke depan memang dibutuhkan pemimpin yang berkarakter kuat, eksekutor keputusan yang kuat, dan punya kemampuan manajerial yang kuat,” katanya.
Hal yang tak kalah penting adalah kemampuan untuk mengelola perbedaan. Ini penting mengingat bangsa Indonesia merupakan bangsa besar dengan beragam perbedaan adat, budaya, bahasa, serta agama.
Sementara dalam acara halalbihalal itu, para aktivis 98 menyampaikan Piagam Aktivis 98. Piagam itu berisi ikrar kesiapan para aktivis 98 untuk menjadi tulang punggung pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan, mengawal dan melaksanakan Nawacita II.
Adian menyampaikan, semenjak Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, para aktivis 98 kembali ke kampung untuk menyelesaikan pendidikan. Tidak sedikit aktivis 98 yang kemudian berjuang di jalur politik tanpa mendapatkan fasilitas apa pun dari pemerintah. Saat ini, setelah dua dasawarsa berlalu, para aktivis 98 sudah siap memimpin bangsa dan negara Indonesia.