Presiden Diminta Menolak Rencana Masuknya TNI ke Ranah Sipil
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Presiden Joko Widodo diminta untuk menolak rencana masuknya perwira TNI aktif ke ranah sipil. Hal ini tidak saja menjadi pukulan balik pada reformasi, tetapi juga membuat TNI tidak berfungsi maksimal sebagai alat pertahanan negara.
Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris mengatakan, tidak menjadi masalah kalau perwira TNI yang akan diperbantukan ke kementerian atau lembaga sipil pensiun terlebih dahulu.
Hal ini berbeda dengan usulan pemerintah dan TNI yang ada saat ini yang ingin agar perwira aktif bisa bekerja di kementerian dan lembaga.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo harus lebih konsisten mewujudkan cita-cita reformasi. ”Dwifungsi harus dihapuskan,” tandas Syamsuddin dalam diskusi ”Quo Vadis Reformasi–Kembalinya Militer dalam Urusan Sipil”, yang diadakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jumat (1/3/2019), di Jakarta, Diskusi itu juga menghadirkan narasumber, antara lain komisioner Komnas HAM M Choirul Anam, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo, dan Koordinator Imparsial Al Araf.
Agus Widjojo melihat rencana memasukkan TNI ke ranah sipil merupakan upaya menyelesaikan masalah teknis dengan cara yang terlalu besar. Hal ini dinilai kurang tepat, apalagi kalau kemudian harus mencari bagian dari undang-undang yang sekiranya akan mendukung.
Menurut dia, walaupun bisa saja Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI direvisi, penempatan perwira aktif TNI dalam institusi sipil harus secara rinci ditentukan. Dalam UU 34/2004 disebutkan beberapa kementerian yang bisa diisi perwira TNI aktif, seperti Kementerian Pertahanan atau Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan.
”Tapi, harusnya lebih detail jabatan apa saja yang bisa diduduki TNI aktif,” katanya. Terhentinya proses reformasi sektor keamanan menjadi sorotan Choirul Anam.
Ia mengatakan, munculnya wacana masuknya perwira TNI aktif dalam kementerian dan lembaga sipil adalah puncak gunung es dari tidak berjalannya peta jalan reformasi TNI.
Indikasi itu sebenarnya telah terasa. Anam mencontohkan, pelibatan TNI dalam urusan pertanian adalah salah satu contoh jelas pelibatan TNI yang tidak tetap.
Syamsuddin juga menyoroti, penunjukan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang berasal dari TNI aktif juga merupakan indikasi dwifungsi TNI. (EDN)