Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan kembali, terpidana terorisme, Abubakar Ba\'asyir, harus menandatangani surat pernyataan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI untuk bisa bebas dari penjara.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·2 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Anggota polisi dan TNI bersama berbagai elemen masyarakat, termasuk masyarakat kampung adat dan ormas, berkumpul bersama dalam Apel Kebangsaan di halaman Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat, Bandung, beberapa waktu lalu. Dalam apel ini dideklarasikan sikap kebangsaan dengan menjunjung tinggi Pancasila serta kebinekaan bangsa untuk keutuhan dan kerukunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan kembali, terpidana terorisme, Abubakar Ba’asyir, harus menandatangani surat pernyataan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI untuk bisa bebas dari penjara. Janji ini ditekankannya bukan untuk Presiden Joko Widodo, melainkan lebih besar dari itu, yaitu untuk keutuhan NKRI.
Saat berada di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/1/2019), Ryamizard menilai kesetiaan terhadap NKRI menjadi hal yang tidak dapat ditawar. Begitu pula memegang teguh Pancasila sebagai ideologi negara dan alat pemersatu bangsa.
”Kalau kita ingin meruntuhkan suatu negara, maka runtuhkanlah ideologinya. Nah, jadi kalau ada yang ingin meruntuhkan negara, ya, bahaya. Tidak boleh,” katanya.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
Berangkat dari hal tersebut, Ba’asyir harus menandatangani surat pernyataan setia kepada NKRI agar bisa keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor. Surat ataupun janji ini bukan untuk Presiden. ”Harus ada janji ini, bukan untuk Presiden, melainkan untuk negara ini,” katanya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan juga menekankan semua narapidana terorisme yang ingin mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat harus memenuhi paling tidak dua kriteria utama. Kedua hal itu adalah menandatangani surat pernyataan setia kepada Pancasila dan NKRI serta bersedia membantu pemerintah dalam proses penegakan hukum.
Namun, kuasa hukum Tim Pengacara Muslim, Mahendradatta, menilai pembebasan kliennya, Abubakar Ba’asyir, tidak perlu mengikuti PP No 99/2012. Pasalnya, PP diundangkan pada 12 November 2012 atau sembilan bulan setelah vonis Ba’asyir berkekuatan hukum tetap.
”Berdasarkan UUD 1945, hukum kita bersifat non-retroaktif. Tidak dapat dituntut berdasarkan hukum yang keluar setelahnya,” katanya.
Kompas
Terdakwa teroris Abu Bakar Ba\'asyir divonis 15 tahun penjara oleh Ketua Majelis Hakim Heri Swantoro dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Kamis (16/6/2011). Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut seumur hidup. Ba’asyir pun dengan tegas menolak putusan hakim.
Selain itu, dia mengklaim Ba’asyir juga tidak pernah disodori dokumen pernyataan kesetiaan kepada Pancasila dan NKRI untuk ditandatanganinya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly membantah pernyataan itu. Dia mengatakan, dokumen sudah disampaikan sejak Ba’asyir telah menjalani dua pertiga masa hukuman atau memenuhi syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat, yaitu pada 13 Desember 2018.
”Mulai saat itu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sudah menyatakan hal tersebut. Kalau seandainya itu sudah dipenuhi pada saat itu, (Ba’asyir) sudah dikeluarkan,” kata Yasonna.