JAKARTA, KOMPAS - Sebanyak 14,5 persen dana alokasi khusus, yang seharusnya untuk 140 sekolah menengah pertama di Cianjur, Jawa Barat, untuk membangun fasilitas sekolah tersebut dikorupsi. Akibatnya, dana yang seharusnya digunakan untuk membangun dan melengkapi ruang kelas, laboratorium, dan fasilitas lain justru disalahgunakan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
”Dalam kasus seperti ini, yang menjadi korban adalah siswa 140 SMP di Cianjur dan masyarakat yang seharusnya juga menikmati anggaran DAK (dana alokasi khusus) pendidikan secara maksimal,” ujar Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Pandjaitan dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Menurut Basaria, dugaan korupsi di sektor pendidikan tak hanya merugikan keuangan negara atau daerah, tetapi jauh lebih buruk dari itu. ”Korupsi di sektor pendidikan merusak masa depan bangsa,” kata Basaria.
Sejak penyidikan dilakukan, akhir Agustus lalu, KPK akhirnya mengungkap sejumlah petunjuk dan bukti awal hingga menangkap tujuh orang di Cianjur. Dari penangkapan tersebut, KPK mengamankan Rp 1,55 miliar.
Ketujuh orang itu adalah Bupati Cianjur periode 2016-2021 Irvan Rivano Muchtar, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur Cecep Sobandi, Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Cianjur Rosidin, Ketua Majelis Kerja Kepala Sekolah Cianjur Rudiansyah, Bendahara Majelis Pendidikan Kabupaten Cianjur Taufik, dan Kepala Seksi Budiman.
Mengutip kepala sekolah
Menurut Basaria, Rabu pukul 05.00, KPK mengidentifikasi perpindahan uang dari mobil milik Rosidin, yang dikemas di dalam kardus, ke mobil lain. Uang tersebut sebelumnya dikutip dari sejumlah kepala SMP di Cianjur. KPK kemudian mengamankan dua orang, Cecep dan sopir, di halaman masjid. Setelah itu, KPK mengamankan Rosidin, Taufik, dan Rudiansyah di rumahnya.
Sementara Irvan ditangkap KPK satu jam setelahnya di Pendapa Bupati Cianjur. Adapun Budiman diamankan KPK di salah satu hotel di Cipanas siang hari. Enam orang kemudian dibawa ke Jakarta, sedangkan Budiman dibawa secara terpisah, sore harinya.
”Diduga Bupati Cianjur bersama sejumlah pihak meminta, menerima, dan memotong pembayaran DAK pendidikan Kabupaten Cianjur 2018 sebesar 14,5 persen dari total Rp 46,8 miliar. Sebelumnya diduga juga terjadi pemberian sesuai tahap pencairan DAK pendidikan,” ujar Basaria.
Sebelumnya, TR dan R yang menjabat pengurus Majelis Kerja Kepala Sekolah Cianjur diduga bertugas menagih fee dari DAK pendidikan di 140 SMP di Cianjur. Dari alokasi fee, Bupati Cianjur diduga menerima 7 persen.
Dari pemeriksaan KPK terhadap tujuh orang itu, empat orang ditingkatkan statusnya menjadi tersangka, yaitu Bupati Cianjur, Cecep, Rosidin, dan Tubagus Cepy Sethiady (TCS), kakak ipar Bupati Cianjur.
”Kami mengimbau TCS datang ke KPK dan menyerahkan diri segera mungkin,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Sejauh ini, Tubagus tercatat menjadi orang kepercayaan orangtua Irvan, mantan Bupati Cianjur Tjetjep Muchtar.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan, korupsi apa pun menginjak-injak kehormatan dan martabat pelaku dan pejabat daerah. Menurut dia, hal itu menunjukkan tingkat pengawasan internal pemerintah sangat lemah.
Lima mobil ke pendapa
Berdasarkan pantauan, Pendapa Bupati Cianjur hingga Rabu (12/12) malam sepi. Sebagian besar pintu dan jendela pendapa tertutup rapat. Hanya ada empat petugas keamanan berjaga di depan pintu gerbang dan beberapa pegawai.
Dede (38), sopir sekaligus petugas kebersihan di pendapa, mengatakan tak tahu pasti kronologi penangkapan bupati. ”Pagi-pagi saya pergi. Saat pulang siang hari, kata beberapa rekan ada lima mobil datang sekitar pukul 07.00,” katanya.
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Cianjur Gagan Rusganda mengatakan belum mengetahui pasti kasus tersebut. Namun, dia mengakui tak ada agenda Bupati Cianjur pada Rabu.