Anggota Peradi Diingatkan untuk Melayani dan Melindungi Masyarakat
Oleh
Aufrida Wismi Varastri
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Anggota Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi yang kini mencapai 50.000 orang di 117 cabang tersebar di seluruh Tanah Air diingatkan untuk selalu melayani dan melindungi masyarakat. Peradi ada demi tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum, bukan untuk kepentingan sesaat. Budaya hukum yang negatif perlu terus direduksi.
Hal itu mengemuka dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia di Medan, Sumatera Utara, Kamis (6/12/2018).
”Secara teori, ada sustansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Sudah ada kepolisian, kejaksaan, pengadilan, peradi, ada undang-undang, tetapi banyak terjadi masalah karena persoalan budaya hukum,” kata Ketua Dewan Pembina Peradi Otto Hasibuan saat pembukaan acara.
Budaya hukum itu tidak mendukung perbaikan karena adanya tradisi menerabas yang masih membudaya, termasuk dalam hukum. Budaya negatif itu perlu untuk direduksi.
Hal itu ia sampaikan setelah sebelumnya Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dalam sambutannya mengatakan, sampai saat ini, presepsi masyarakat terhadap advokat masih membela yang salah, membela yang kaya, atau membela yang berkuasa.
”Bubar negeri ini kalau bapak-bapak ini benar-benar seperti presepsi masyarakat,” kata Edy.
Ia berharap para advokat benar-benar membela kebenaran sesuai dengan hymne Peradi yang dinyanyikan di pembukaan.
Ketua Umum Peradi Fauzie Yusuf Hasibuan mengatakan, pada kenyataannya secara kultural, di tengah tekanan perubahan yang begitu pesat, terjadi eksploitasi terhadap nilai-nilai materi sehingga advokat yang tidak memiliki kemampuan mendeteksi nilai-nilai dalam hatinya dan berkonsentrasi pada hukum dan keadilan buyar karena orientasi pada materi. Yang perlu dilakukan, kata Fauzie, adalah kembali ke khitah, memadukan hati nurani dengan pikiran.
Terkait adanya tiga kepengurusan di Peradi, Fauzie mengatakan, profesi ini dimulai dengan berdamai. Kalau hanya kultur negatif yang terus didorong, perbaikan penegakan kebaikan profesi tidak akan berjalan. Sementara Otto menegaskan, Peradi tetap satu meskipun ada tiga kepengurusan dan hanya satu kepengurusan yang sah.
Hukum lingkungan
Rakernas III Peradi yang berlangsung hingga Sabtu (8/11/2018) bertema ”Peradi Turut Bertanggung Jawab dalam Penegakan Hukum Lingkungan untuk Kesejahteraan Rakyat”. Rakernas diikuti 800 anggota dan peninjau.
Fauzie mengatakan, pihaknya mendorong agar ada kesamaan pandang pada advokat untuk bersama-sama mendorong pembangunan yang menyejahterakan rakyat, terutama pembangunan yang ramah lingkungan. Rusaknya eksosistem telah berujung pada ketidakseimbangan lingkungan hidup yang justru menjadi bumerang bagi manusia karena menimbulkan banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, badai asap, dan rusaknya kualitas kesehatan masyarakat.
Dalam seminar lingkungan setelah pembukaan, salah satu pembicara, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun dan Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan, masih banyak kriminalisasi pejuang lingkungan yang terjadi. Dugaan kriminalisasi di antaranya terjadi karena adanya ketidakwajaran proses perkara karena keberpihakan, penggunaan pasal pidana yang berlebihan, penanganan perkara yang tidak sesuai hukum acara, upaya paksa berlebihan, kesengajaan tidak mempercepat penanganan perkara, hingga lemahnya bukti permulaan.
Otto berharap, rekernas akan menghasilkan rekomendasi legal action terkait lingkungan hidup. Salah satunya terkait kondisi lingkungan di Danau Toba yang saat ini lingkungannya telah rusak. Pihak-pihak yang melakukan pencemaran secara hukum bisa diajukan dalam kasus pidana pencemaran lingkungan dan diproses secara hukum.