JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum menunda kembali rapat pleno untuk menyikapi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Hal ini karena kendati pilihan KPU cenderung mengerucut pada salah satu opsi, hal ini belum diyakini secara bulat oleh semua anggota KPU.
Semula, KPU pada Selasa (27/11/2018) menggelar rapat pleno membahas tindak lanjut putusan PTUN Jakarta yang memerintahkan KPU memasukkan Oesman ke daftar calon tetap (DCT) pemilihan anggota DPD pada Pemilu 2019. Sehari sebelumnya, KPU juga menunda rapat pleno pengambilan keputusan terkait nama Oesman yang harus dimasukkan dalam DCT akibat anggota KPU belum memenuhi kuorum.
Kemarin, dari beberapa opsi yang muncul, sebagian anggota KPU cenderung menyetujui salah satu opsi yang diyakini bisa mengadopsi putusan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan putusan PTUN Jakarta. Namun, keputusan tersebut belum ”bulat”.
Draf surat keputusan terkait pilihan itu juga sudah disiapkan untuk dibahas dalam rapat pleno. Hanya saja, Ketua KPU Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, mengatakan, anggota KPU belum mengambil keputusan karena draf tersebut masih punya beberapa catatan yang harus dipertimbangkan lebih dalam. KPU mengupayakan rapat pleno bisa diselenggarakan satu-dua hari mendatang.
”Supaya bulat dan kuat dasar hukumnya. Juga agar cukup kuat untuk tidak digugurkan atau dikalahkan jika kembali muncul sengketa. Saat ini masih ada kekhawatiran dampak opsi itu,” ujar Arief.
Putusan PTUN Jakarta dan putusan uji materi MA atas Peraturan KPU terkait Pencalonan Anggota DPD dinilai bertolak belakang dengan perintah MK yang menyatakan calon anggota DPD tak boleh pengurus parpol. Salah satu pilihan, KPU memasukkan nama Oesman ke DCT anggota DPD, kemudian setelah terpilih, yang bersangkutan wajib menyerahkan surat pemberhentian pengurus parpol.
Masyarakat sipil
Beberapa perwakilan kelompok masyarakat sipil, yakni Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), serta Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), menemui Ketua KPU untuk memberikan masukan terkait polemik beda putusan MK, MA, dan PTUN Jakarta.
Feri Amsari, peneliti senior Pusako, mendorong KPU mengirim surat ke Oesman dan meminta segera mematuhi putusan MK untuk mundur dari kepengurusan parpol sehingga bisa dimasukkan ke DCT DPD.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, KPU bisa memasukkan nama Oesman dalam DCT DPD jika ada surat pemberhentian sebagai pengurus parpol. Pengajar Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril, menyampaikan, apa pun kebijakan KPU berpotensi konsekuensi hukum.