Memutus Kesempatan Kontak Langsung Aparat dengan Warga
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengawali reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya dengan membuat aparatur sipil negara atau ASN yang profesional. Langkah awal adalah dengan menerapkan e-Procurement atau e-Proc, yakni transformasi sistem lelang dengan menggunakan teknologi informasi. Inovasi tersebut membuat ASN melayani masyarakat secara jujur, transparan, dan akuntabel.
”Semua sistem berbasis elekronik mengurangi kontak langsung antara ASN dan masyarakat sehingga celah korupsi, kolusi, dan nepotisme tertutup rapat,” kata Risma yang menjamin jalannya sistem pemerintah yang ideal bagi masyarakat Surabaya, juga dengan penerapan e-government yang terintegrasi dengan semua instansi di lingkungan pemkot.
Untuk mendorong profesionalitas ASN, Pemkot Surabaya juga memperhatikan kesejateraan pegawai dengan pemberian tunjangan kinerja. Besaran tunjangan kinerja sangat ditentukan pencapaian yang juga bisa dipantau secara elektronik.
”Saya bisa memantau seluruh aktivitas ASN termasuk kondisi Surabaya melalui gawai meski saya berada di luar negeri. Saya juga bisa menandatangani perizinan lewat sistem elektronik sehingga semua tidak terhambat,” ujar Risma, yang memantau kinerja kepala dinas hingga lurah lewat aplikasi chatting dalam jaringan.
Menurut Presiden UCLG Asia Pacific di Surabaya, Jumat (9/11/2018), di lingkungan Pemkot Surabaya, pengisian jabatan juga dilakukan lewat E-SDM, sebuah aplikasi yang mengintegrasikan sistem kepegawaian. Aplikasi ini dapat mengotomatisasi segala keperluan administrasi pegawai mulai dari naik pangkat, gaji berkala, mutasi, hingga pensiun, sehingga pegawai tidak perlu lagi repot mengurus sendiri.
Kinerja terukur
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pelayanan publik merupakan awal atau pendorong dari peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat. Jika pelayanan publik prima, kesejahteraan masyarakat otomatis ikut naik.
Oleh karena itu, Anas terus meningkatkan semua segmen pelayanan publik, mulai pendidikan, kesehatan, ekonomi, sampai administrasi kependudukan. ”Tentu saat ini masih ada kekurangan, tapi sudah on the track,” katanya.
Semua inovasi pelayanan publik, ungkap Anas, harus bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Tanpa peningkatan tersebut, pelayanan publik menjadi tak terukur kinerjanya. Dengan segala kebijakan yang diterapkan, angka kemiskinan di Banyuwangi menurun dan pendapatan per kapita pun naik.
Sebagai contoh pentingnya memangkas alur pelayanan publik salah satunya adalah dengan sistem daring. Selama ini alur pelayanan panjang sekali: dari RT/RW, kepala desa/kelurahan, kecamatan, kepala dinas, kemudian bupati. Akhirnya, wewenang tanda tangan di bupati sebagian besar dilimpahkan kepada camat secara berkelanjutan. Itu diatur dalam surat keputusan bupati dan peraturan bupati, termasuk izin-izin usaha.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memanen cabai di Sumbergondo, Kalibaru, Banyuwangi.Contoh konkret manfaatnya adalah pelayanan warga kurang mampu yang sakit, tetapi belum ter-cover jaminan kesehatan daerah. Dulu, surat pernyataan agar bisa difasilitasi semua pengobatannya harus sampai bupati, prosesnya bisa enam hari.
Di Banyuwangi, sekarang dengan smart kampung bisa 3 jam karena datanya yang berjalan dan tidak perlu persetujuan bupati. ”Dulu bantu orang sakit saja harus menunggu persetujuan bupati. Iya kalau bupatinya pas di kantor,” ujar Anas sembari menambahkan, tanda tangan camat pun sebagian sudah online, kecuali beberapa yang harus stempel basah karena aturan dari pusat.