SURABAYA, KOMPAS – Mantan Ketua Umum DPP Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Otto Hasibuan mendesak kompunitas profesi advokat di tanah air kembali ke wadah tunggal. Ia mempersoalkan kenyataan, bahwa di Indonesia ada lebih dari satu asosiasi advokat atau pengacara. Menurutnya, lebih ideal jika advokat Indonesia kembali bersatu dan cukup membuat satu asosiasi advokat saja.
Bahkan di banyak negara maju, umumnya hanya ada satu asosiasi advokat (bar association), yang akan menafsirkan banyak organisasi advokat merupakan kemunduran jaman. Advokat kini sudah dilindungi UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang mendudukkan advokat sebagai profesi mulia setara dengan keududukan penegak hukum lainya.
Hal itu disampaikan Otto ketika memberikan sambutan pembukaan Rapat Kerja Nasional Ikadin, di Surabaya, Kamis malam (8/11/2018). Informasi di internet menunjukkan, ada delapan organisasi yang yang tercatat, yakni Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) serta Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)
Otto menegaskan, dengan bersatunya advokat pada satu organisasi, tidak akan ada lagi masalah-masalah dalam standar profesi advokat sebagaimana selama ini dikeluhkan. “Jadi tidak ada lagi standar profesi yang lulus di satu organisasi, namun tidak lulus di organisasi yang lain. Padahal di luar negeri, hampir tidak ada negara di dunia yang menganut sistem multi bar (lebih dari satu organisasi). Ada kasus Hongkong yang memiliki dua asosiasi, tapi itu lebih karena sistem hukum di negara tersebut,” katanya.
Makin menjadi masalah, karena organisasi advokat didirikan karena konflik atau rebutan jabatan ketua. “Munculnya organisasi terjadi karena pekelahian di satu organisasi sebelumnya. Kemudian ada yang berkomentar, tidak apa-apa banyak asosiasi, nant bisa membentuk Federasi. Namun apa ada jaminan jika terbentuk federasi tidak akan ada perkelahian dalam proses memilih ketua federasinya,” katanya.
Mantan Hakim Agung Gayus Lumbun yang bicara dalam sesi rakernas mengatakan, dimilikinya UU No 18 Tahun 2003 merupakan tonggak penting kehidupan organisasi advokat. Karena melalui perjuangan advokat saat pembuatan undang-undang itu, status advokat sebagai pemilik peran sejajar dalam catur wangsa penegakan hukum bersama polisi, jaksa dan hakim, telah diakui. Advokat memiliki peran dalam penegakan hak asasi manusia, dan menyatakan diri para anggotanya anti suap. “Artinya profesi advokat dikenal sebagai officium nobile, profesi yang mulia,” katanya.
Otto menilai, jalan keluar yang bisa diberikan yakni, agar pemerintah dan profesi advokat berunding untuk memutuskan bentuk organisasi advokat yang tepat. Hal itu juga melibatkan profesi penegak hukum yang lain.
“Sebab tidak mungkin satu pihak berkomiten tanpa suap, padahal profesi lain masih melakukannya. Apabilla semua pihak berkomitmen tanpa suap, maka advokat akan memiliki rasa aman. Seperti kata pepatah, tegakkan hukum, maka hukum akan melindungimu,” kata Otto.