JAMBI, KOMPAS - Para santri muda diajak menjadi pionir terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Saat sebagian kelompok agama terpengaruh radikalisme, santri diharapkan tetap konsisten pada jalur keislaman yang bervisi keindonesiaan.
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan, kelompok-kelompok radikal yang muncul belakangan ini selalu mempertentangkan keislaman dengan keindonesiaan. Dengan simbol-simbol agama, kelompok ini melakukan berbagai hal yang berimplikasi memecah belah persatuan bangsa.
Namun sejarah pesantren yang dikenal kental dengan warna nasionalisme dan patriotisme, diharapkan tidak luntur. “Pesantren harus terus menggelorakan pentingnya cinta tanah air dan patriotisme,” katanya, di hadapan 5.000 pramuka santri pada acara Perkemahan Pramuka Santri Nusantara (PPSN) ke-V di Bumi Perkemahan Abdurrahman Sayoeti Musa, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (25/10/2018).
Menurut Lukman, pada masa penjajahan, pesantren bahkan menjadi tempat penggemblengan para penjuang hingga kemerdekaan, sampai memasuki gerbang pembangunan. Di saat semangat kebangsaan dan kebersamaan mulai luntur, santri selayaknya mengambil peran yang positif, bukan menjadi alat pemecah.
Upaya pesantren menjaga keindonesiaan, lanjutnya, sejalan dengan visi misi gerakan pramuka di Nusantara, yakni sebagai gerakan yang bervisi bela negara. “Dari roh pesantren dan jiwa pramuka itu tercetuslah Perkemahan Pramuka Santri Nusantara ini,” tambahnya.
Ia pun mendorong para santri muda terus mengembangkan potensi dirinya. Ke depan, para santrilah yang diharapkan ke depan bisa menjadi pemimpin bangsa.
Acara PPSN V Tahun 2018 berlangsung hingga sepekan dengan berbagai kegiatan mulai dari kemah, istighosah, festival film dokumenter santri, dan berbagai kegiatan teknik kepramukaan. Kegiatan itu dihadiri hampir 5.000 pramuka santri dari 34 provinsi.
Di acara pembukaan, tradisi melayu Jambi yang saat ini hampir punah, Krinok, turut dimainkan. Krinok yang berisi lantunan pantun diiringi alat musik tradisional sejenis biola itu dimainkan dengan iringan 2.474 orang. Pengiring dengan jumlah terbanyak itu memperoleh penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI). “Ini menjadi bentuk penghargaan MUSI atas kekuatan tradisi Nusantara,” kata Awan Raharjo, Representatif MURI.