JAKARTA, KOMPAS Pemerintah mengajukan renegosiasi terkait proyek pengembangan pesawat tempur Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental dengan Pemerintah Korea Selatan. Langkah ini dilakukan dengan pertimbangan kondisi ekonomi Indonesia.
”Presiden memutuskan untuk tidak membatalkan, tetapi negosiasi ulang bagaimana posisi Indonesia bisa lebih ringan untuk masalah yang menyangkut dengan pembiayaan,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto seusai rapat koordinasi khusus tingkat menteri terkait ”Tindak Lanjut Program Pengembangan Pesawat Tempur KFX/IFX” di Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Hadir dalam rapat itu anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Agum Gumelar; Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Yuyu Sutisna; dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong.
Program kerja sama KFX/IFX ditandai dengan penandatanganan perjanjian tahun 2010. Dalam program membuat pesawat tempur generasi 4,5 itu diperkirakan Indonesia harus mengeluarkan Rp 13,6 triliun hingga 2020 untuk menghasilkan lima purwarupa (Kompas, 6/4/2018).
Wiranto akan memimpin tim renegosiasi kerja sama Indonesia-Korea Selatan terkait pengembangan pesawat jet tempur KFX/IFX.
Sejumlah hal yang akan dinegosiasikan ulang adalah kemungkinan pembagian biaya biaya produksi, alih teknologi, keuntungan hak kekayaan intelektual, dan pemasaran. Wiranto berharap renegosiasi dapat diselesaikan dalam waktu setahun.
Beban anggaran
Thomas Lembong menuturkan, renegosiasi perlu dilakukan untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk itu, pemerintah akan meminta keringanan termin pembayaran.
”Beban kepada APBN cukup besar, apalagi (kerja sama) jangka panjang. Terus terang puluhan triliun rupiah dan kalau kita membeli puluhan unit (pesawat tempur) bisa sampai ratusan triliun rupiah,” kata Thomas.
Renegosiasi ini, lanjutnya, harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengganggu kerja sama investasi antara Indonesia dan Korsel. ”Korea itu investor nomor dua atau tiga terbesar di Indonesia. Kami tidak mau renegosiasi ini berdampak buruk pada sentimen investasi Korea ke Indonesia,” ujarnya.
Marsekal Yuyu Sutisna menolak berkomentar lebih jauh terkait renegosiasi itu.