Malaysia-Indonesia Sepakati Survei Bersama di 5 Daerah Bermasalah
Oleh
Nikolaus Harbowo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melakukan survei pemetaan bersama di lima daerah yang masih bermasalah di sektor timur wilayah darat kedua negara. Hal itu guna mempercepat penentuan titik perbatasan antara kedua negara yang tak kunjung selesai selama 40 tahun. Permasalahan tersebut ditargetkan selesai pada 2020 mendatang.
Saling klaim batas negara antara Indonesia dan Malaysia ini terjadi karena perbedaan interpretasi terhadap peta perbatasan yang telah disepakati sejak zaman penjajahan Belanda-Inggris, sesuai dengan Konvensi 1891, Perjanjian 1915, dan Perjanjian 1928. Ketiga perjanjian itu berisi tentang batas antara Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan.
Dalam upaya penyelesaian daerah yang bermasalah atau Outstanding Boundary Problem (OBP) itu, pemerintah Indonesia dan Malaysia terus berunding dalam The Joint Indonesia-Malaysia (JIM) on Demarcation and Survey of International Boundary between Indonesia and Malaysia yang telah digelar sejak tahun 1974.
Ada sembilan titik OBP yang masih terus dibahas dalam forum bilateral tertinggi itu. Sembilan titik itu terbagi menjadi dua sektor, yakni barat dan timur. Empat OBP di sektor barat terletak di perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak, Malaysia, di antaranya Batu Aum, Gunung Raya, Titik D400, dan Sungai Buan/Gunung Jagoi. Sedangkan, lima OBP lain di sektor timur terletak di perbatasan antara Kalimantan Utara dan Sabah, Malaysia, di antaranya Pulau Sebatik, Sungai Sinapad, Sungai Simantipal, titik B2700-B3100, dan di titik C500-C600.
Direktur Kawasan, Perkotaan, dan Batas Negara Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Muhammad Hudori mengatakan, penyelesaian akan diprioritaskan di lima titik di sektor timur terlebih dahulu agar penataan bisa lebih fokus.
Kedua negara sepakat melakukan penataan kembali dengan melakukan survei dan penegasan batas bersama guna mempertegas batas negara lagi. Harapannya, ketika itu sudah disahkan, semestinya bisa langsung ditindaklanjuti secara operasional di lapangan," ujar Hudori di kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (5/10/2018).
Adapun, kesepakatan itu nantinya akan disahkan dalam perundingan JIM ke-42 yang akan digelar di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 8-11 Oktober 2018. Delegasi Indonesia akan diketuai oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo, sedangkan di pihak Malaysia akan dipimpin oleh Sekjen Kementerian Air, Tanah, Sumber Daya Alam Malaysia Dato\' Tan Yew Cong.
Hilang dan bergeser
Direktur Topografi Angkatan Darat Kolonel Asep Edi Rosidin menjelaskan, proses negosiasi terbilang cukup lama karena sebelumnya masing-masing negara masih bersikukuh pada garis batas yang dibuat. Namun, sebenarnya mulai tahun 1974 hingga 2001, pemerintah Indonesia telah melakukan demarkasi atau pematokan di lima OBP sektor timur. Pada kenyataannya, banyak batas telah menghilang dan bergeser.
"Padahal, dalam proses demarkasi, kami tidak pernah menyentuh segmen-segmen yang jadi sengketa. Karena itu, kami sepakat untuk mengadakan program IRM (Investigation, Refixation, and Maintenance)," tutur Asep.
Asisten Deputi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Darat Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Indra Purnama menambahkan, sesuai arahan Presiden, permasalahan lima OBP ini akan diupayakan selesai paling lambat tahun 2020.
"Atas arahan Bapak Presiden, diharapkan paling lambat 2020 penyelesaian batas negara sudah selesai. Bahkan bisa lebih dipercepat," ujarnya.
Indra juga mengatakan, selain penuntasan masalah teknis perbatasan, pihaknya telah merancang program percepatan pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya di lima perbatasan itu. Sebab, kondisi lima OBP itu masih tergolong daerah terisolasi dan tertinggal.
"Persoalan percepatan pembangunan jadi hal yang tak kalah penting untuk segera kami tingkatkan ekonomi, pemberian pendidikan sosial dan budaya di sana. Jadi bukan hanya berhenti di masalah teknis saja," tutur Indra.