TANGERANG, KOMPAS - Presiden Joko Widodo tidak akan menghapus jabatan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban yang sejak Jumat lalu kosong. Kepala Negara akan segera menetapkan utusan khusus yang baru untuk menggantikan Din Syamsuddin.
"Secepatnya akan saya tunjuk pengganti (Din Syamsuddin). Kalau bisa hari ini (Rabu) atau besok (Kamis)," kata Presiden Jokowi di Tangerang, Banten, Rabu (26/9/2018), saat ditanya tentang mundurnya Din Syamsuddin dari posisi Utusan Khusus untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban.
Din Syamsuddin menyerahkan surat pengunduran diri pada hari Jumat (21/9/2018) lalu. Namun, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu baru bertemu Presiden Jokowi untuk menyampaikan langsung keputusannya mundur dari Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban pada Selasa (25/9/2018) sore.
Presiden Jokowi menyampaikan, menghargai keputusan Din mundur dari jabatannya. Kepala Negara juga bisa memahami pilihan Din yang ingin tetap berada di tengah atau netral dalam kontesasi Pemilihan Umum Presiden 2019 mendatang.
"Beliau (Din) tentu sudah banyak pertimbangan matang, dan saya sangat menghargai apa yang sudah diptuskan Pak Din," ujarnya.
Saat ini, Presiden mengaku sudah mengantongi sejumlah nama calon pengganti Din. Namun, ia tidak bersedia menyebut nama serta latar belakang para calon Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban baru.
Pengayom umat
Sementara itu Din menyampaikan, keinginan untuk tetap berada di tengah dan menjaga ummat agar tak terbelah pada kontestasi politik menjadi alasannya menyerahkan mandat Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban kepada Presiden Jokowi. Nomenklatur jabatan yang diembannya melekat pada presiden yang kini telah menjadi calon presiden (capres). "Jadi tidak elok kalau saya tetap di situ, nanti dianggap berada di pihak Jokowi," tuturnya.
Apalagi saat ini, Din juga masih mengampu amanah keumatan. Selain menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI, ia juga Ketua Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Jakarta.
Sebagai pemilik jabatan keumatan, lanjut Din, ia harus berada di tengah, tidak condong kepada salah satu kontestan pemilu. Jabatan keumatan itupun menuntutnya untuk menjadi pengayom yang harus berada di atas semua golongan.
"Di tengah dua kekuatan politik diperlukan kekuatan penengah. Itulah wasatiyyah yang saya kembangkan," tururnya.
Tidak hanya itu Din juga tidak ingin masyarakat, terutama ummat muslim, terbelah hanya karena kontestasi politik. Sehingga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menghindari politik dukung mendukung.