Hari Santri Nasional Jadi Momentum NU untuk Literasi
Oleh
Hamzirwan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Peringatan Hari Santri Nasional yang akan jatuh pada 22 Oktober 2018 menjadi momentum bagi Nahdlatul Ulama untuk menguatkan literasi media sosial bagi masyarakat. Selain itu, sejumlah kegiatan yang diadakan juga bertujuan untuk memperkuat hubungan sosial antarmasyarakat.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) A Helmy Faishal Zaini, mengatakan, peringatan Hari Santri tahun ini akan dijadikan momentum untuk mengajak masyarakat lebih bijak memanfaarkan media sosial. Hal itu diharapkan bukan hanya berimplikasi pada warga Nahdlatul Ulama, namun juga masyarakat umum.
“Pada Hari Santri tahun ini sesungguhnya lebih banyak menekankan dan menguatkan literasi pada kalangan warga NU khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya dalam penggunaan sosial media. Bagaimana menggunakan etika bermedia sosial sehingga membangun apa yang disebut entitas bangsa,” kata Helmy di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Sebab, lanjut Helmy, tahun ini kita menghadapi era media sosial, sehingga literasi itu penting diperlukan. Terlebih, hampir sebanyak 52 persen masyarakat Indonesia menggunakan gawai sebagai media komunikasi. Ancaman informasi hoaks dan ujaran kebencian juga marak berkembang.
“Kita sudah temukan dimana-mana munculnya hoaks. Berita-berita yang kadang belum lengkap tapi sudah disebarkan. Ini yang menimbulkan perselisihan antar satu orang dan kelompok dengan lainnya,” tambah Helmy.
Menurut Helmy, hubungan sosial antarmasyarakat bisa terganggu jika masyarakat tidak bijak menggunakan media sosial. Sejumlah kegiatan yang akan diadakan pada peringatan Hari Santri nantinya bertujuan untuk mendorong kembali semangat persaudaraan. Sebab hal itu menjadi kunci dari persatuan nasional.
“Jika hal itu tidak dikuatkan perlahan-lahan maka ikatan-ikatan kohesi sosial ini akan kendor. Maka melalui berbagai macam kegiatan bertujuan menguatkan kembali hubungan sosial itu sehingga lahir ukhuwah insaniah atau persaudaraan,” katanya.
Fatwa jihad
Menurut Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj, penetapan Hari Santri Nasional merujuk pada fatwa jihad oleh KH Hasyim Ashari saat Indonesia berperang melawan Pemerintahan Sipil Hindia-Belanda (NICA) pada medio Oktober 1945.
Saat itu KH Hasyim Ashari menyatakan perang membela tanah air merupakan jihad dan wajib. Adapun jihad pada konteks saat ini adalah berjuang untuk intelektualitas.
“Sekarang yang paling penting adalah ijtihad dan mujahadah. Kalau jihad itu kan fisik materi atau perang. Jika ijtihad adalah (perjuangan) intelektual, sedangkan mujahadah adalah (perjuangan) spiritual,” ungkap Aqil.
Aqil menambahkan, baik Ijtihad maupun mujahadah di atas sama-sama berasal dari kata jihad. Ia mencotohkan, salah satu bentuk ijtihad adalah dengan mengembangkan pendidikan.
“Misalkan, kita membangun pendidikan yang maju itu ijtihad namanya. Membangun pesantren, sekolah, universitas itulah ijtihad. Nah kalau membangun spiritual yang kuat atau mental yang kuat dengan mujahadah,” tambahnya.
Helmy mengatakan, pada momentum Hari Santri Nasional 2018 NU juga akan akan menekankan kembali pentingnya peran keluarga bagi masyarakat. Sebab, mereka beranggapan, melalui keluarga yang sakinah akan terbentuk tataran masyarakat yang baik.
“Kami ingin membangun kesadaran kolektif bahwa maju mundurnya bangsa ini ditentukan oleh keluarga yang sakinah. Jadi kalau keluarga dan santri membangun satu keluarga yang soleh, sakinah, dan baik maka akan terbangun tataran masyarakat yang baik pula. Ini akan menjadi modal penting bagi bangsa,” tambah Helmy.
Ketua Panitia Hari Santri 2018, Marsudi Syuhud, menjelaskan, secara teknis pelaksanaan rangkaian acara peringatan Hari Santri akan berlangsung sebelum dan sesudah tanggal 22 Oktober 2018. Sejumlah kegiatan akan dilakukan dalam peringatan tersebut, salah satunya adalah Santripreneur Award yaitu penghargaan startup usaha milik santri.
“Rangkaian ini adalah rangkaian panjang, antara lain istighotsah akbar, pembacaan satu miliar shalawat, doa untuk bangsa serentak se-Indonesia,” kata Marsudi.
Marsudi menambahkan, apel Hari Santri akan dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2018. Lokasi pelaksanaan masih belum ditentukan, sebab banyak wilayah yang menginginkan untuk menjadi tuan rumah. Seluruh kegiatan ini merupakan dedikasi santri untuk Indonesia mandiri.
“Apel tersebut juga akan dilangsungkan di sekolah-sekolah baik yang NU maupun non-NU. Apel Santri bela negara juga akan dilangsungkan pada 10 November 2018 di Surabaya,” tutup Marsudi.