Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Arief Sulistyanto saat membuka pelatihan bagi penyelidik dan penyidik Polri dalam menangani tindak pidana Pemilu, di Jakarta, Senin (28/8/2018).JAKARTA, KOMPAS – Untuk mengantisipasi potensi pelanggaran hukum yang dilakukan peserta Pemilu 2019, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI meningkatkan pemahaman penyidik mengenai pidana pemilu. Tak hanya memahami delik pidana, penyidik baik yang bertugas di Bareskrim maupun Kepolisian Sektor juga diharapkan mampu mendeteksi pelanggaran pidana di media sosial.
Pada Senin (28/8/2018), sebanyak 350 penyidik kepolisian dari seluruh Indonesia memulai proses pelatihan gelombang pertama di Jakarta. Mereka akan bergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu 2019. Agenda itu akan berlangsung hingga Selasa (4/9/2018).
Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Arief Sulistyanto menuturkan, pelaksanaan pelatihan itu dimaksudkan untuk memberikan sertifikasi penyidikan kepada penyidik Polri yang akan bergabung di Sentra Gakkumdu. Dalam pelatihan yang berlangsung tiga gelombang, Bareskrim bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan memberikan pelatihan kepada sekitar 1.200 penyidik.
Selanjutnya, tambah Arief, para peserta pelatihan akan kembali ke wilayah tugas masing-masing untuk menjadi tutor kepada penyidik di satuan kewilayahan. Polri akan menugaskan sekitar 13.000 penyidik dari level Bareskrim, kepolisian daerah, kepolisian resor, dan kepolisian sektor untuk bergabung dalam Sentra Gakkumdu.
“Mereka harus memahami 75 delik pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun perbuatan-perbuatan lain yang diinovasi untuk mengakali aturan undang-undang. Hal itu agar mereka bisa berkoordinasi dengan penyelenggara pemilu,” kata Arief, Rabu (29/8/2018), di Jakarta.
Mereka harus memahami 75 delik pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun perbuatan-perbuatan lain yang diinovasi untuk mengakali aturan undang-undang
Dari pemberian pemahanan menyeluruh itu, penyidik Polri juga diharapkan mampu mengatasi kendala batas waktu dalam penanganan kasus pidana pemilu yang hanya berlangsung 14 hari. Adapun Polri merupakan bagian dalam Sentra Gakkumdu bersama Bawaslu dan Kejaksaan Agung.
Media sosial
Lebih lanjut, Arief menekankan, pelatihan kepada penyidik itu juga dimaksudkan agar seluruh aparat penegak hukum mampu memahami dinamika media sosial. Sebab, di era digital saat ini, tambahnya, media sosial berpotensi dimanfaatkan untuk melakukan tindakan yang salah, terutama untuk menganalisis tindakan pidana umum atau pidana pemilu.
“Perkembangan teknologi informasi perlu diimbangi dengan pemahamanan pengetahuan dari para penyidik Polri untuk menangani perkara secara profesional,” ujarnya.
Terkait hal itu, komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, menegaskan, peran Polri dalam Sentra Gakkumdu merupakan syarat mutlak terselenggaranya Pemilu 2019 yang baik. Polri dan Kejagung, lanjutnya, perlu memberikan peran optimal di bidang hukum untuk membantu penyelenggara pemilu dalam mengantisipasi pelanggaran oleh peserta pemilu.
Di sisi lain, Poengky juga mengingatkan, Polri juga perlu berkomunikasi dengan masyarakat. Pemahaman masyarakat juga diperlukan karena pelaporan dugaan pelanggaran pemilu tidak boleh lebih dari lima hari dari terjadinya peristiwa dugaan tindak pidana itu.
“Perlu keaktifan partisipasi masyarakat, sehingga seluruh laporan dugaan pidana dapat dengan cepat dan cermat diproses oleh Sentra Gakkumdu,” kata Poengky.