JAKARTA, KOMPAS – Komisi Yudisial menjadikan peradilan pidana Pemilu 2019 sebagai salah satu obyek pengawasannya. Sebuah desk atau tim khusus yang beranggotakan 30 orang, serta dibantu oleh 200 anggota jaringan lainnya di daerah dibentuk oleh KY untuk mengawasi peradilan pidana pemilu.
KY menandatangani komitmen bersama dengan enam institusi dan kelompok masyarakat, Senin (27/8/2018) di Jakarta. Komitmen bersama itu melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Perhimpunan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan Forum Jurnalis KY (Forjuky). Setip pihak yang terikat dalam komitmen bersama itu akan bekerja sama mengawasi dan mewujudkan terselenggaranya peradilan pidana pemilu yang independen, bersih, jujur, dan adil.
Hadir dalam acara penandatangan komitmen bersama itu, Ketua KY Jaja Ahamd Jayus, anggota KPU Pramono Ubaid, Ketua Bawaslu Abhan, Dekan FH Universitas Trisakti Komang Suka Arsana, Deputy Director Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Joko Susilo dari perwakilan Forjuky.
“Kami mengajak setiap pihak yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2019 agar bersama-sama berkomitmen menjamin terselenggaranya peradilan pidana pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Para peserta pemilu, atau calon anggota legislatif yang diduga melanggar pidana pemilu akan disidangkan dalam pengawasan KY,” katanya.
KY membentuk desk pengawasan pidana pemilu yang tim intinya beranggotakan 30 orang. Tim itu kan bekerja sama dengan mitra dan jaringan KY di daerah-daerah, utamanya dari kalangan mahasiswa, akademisi, serta pegiat pemilu, untuk mengawasi persidangan-persidangan pidana pemilu di daerah. Sekitar 200 mitra dari kampus dan lembaga swadaya msyarakat (LSM) akan diterjunkan untuk mengawasi pidana pemilu di 34 provinsi. Tim akan bekerja selama enam bulan, yakni Januari-Juni 2019.
“Setiap pihak terkait, termasuk KPU dan Bawaslu oleh karenanya tidak boleh macam-macam ketika menjadi pihak dalam persidangan pidana pemilu. Pidana pemilu harus disidangkan sesuai dengan ketentuan. Kalau ada yang menemukan kejanggalan atau mengetahui hakim bersikap tidak adil dengan menemui pihak berperkara, silahkan lapor ke KY,” kata Jaja.
Pramono mengatakan, KPU menyambut baik penandatanganan komitmen bersama tersebut. Salah satu isu penting dalam penegakan hukum satu tahun ke depan adalah penegakan hukum pemilu, baik dalam hal pelanggaran pidana, pelanggaran administrasi, maupun sengketa hasil. Proses tersebut melibatkan lembaga pengadilan, baik peradilan umum, peradilan tata usaha negara (TUN), maupun Mahkamah Konstitusi (MK).
“Salah satu kriteria pemilu demokratis adalah proses penyelesaian setiap perkara sengketa pemilu dilaksanakan secara efektif, murah, dan tepat waktu. Selain itu, komitmen bersama ini patut didukung karena juga melibatkan perguruan tinggi dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa penegakan hukum dalam proses pemilu berjalan dengan jujur dan adil,” kata Pramono.
Dengan penandatanganan komitmen ini, KPU berharap tidak ada lagi putusan-putusan pengadilan yang menciderai prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang jurdil dan demokratis.
Abhan menambahkan, KY bisa optimal melakukan pengawasan sidang pidana pemilu di peradilan umum maupun TUN. Problem independensi dan obyektivits hakim akan menjadi tantangan dalam pidana pemilu, lantaran dengan penyelenggaraan pemilu serentak ini muncul potensi yang lebih besar dalam pelanggaran pemilu. “Kami harapkan putusan pengadilan tetap obyektif dan didasarkan pada pertimbangan hukum yang matang,” katanya.