Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Kalbar Dicopot dari Jabatannya
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Ajun Komisaris Besar Hartono dicopot dari jabatannya. Dirinya tertangkap tangan membawa narkotika jenis sabu di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Sabtu (28/7/2018).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Muhammad Iqbal, Senin (30/7/2018), di Jakarta, mengonfirmasi pemberhentian Hartono dari jabatannya.
Pemberhentian Hartono dari jabatannya itu tertuang dalam Surat Telegram pada 28 Juli 2018 dengan nomor ST/1855/VII/KEP./2018.
Dalam surat itu disebutkan bahwa perwira menengah Polri atas nama Ajun Komisaris Besar Hartono dimutasikan sebagai perwira menengah pelayanan Polri dalam rangka pemeriksaan.
”Yang bersangkutan langsung diamankan di Divisi Profesi dan Pengamanan Polri untuk dilakukan pemeriksaan secara maraton,” kata Iqbal.
Lebih lanjut, Iqbal menerangkan, Hartono yang kini berstatus sebagai tersangka itu sebelumnya diperiksa sesuai dengan prosedur standar operasi yang ada di Polri. Setelah tahap ini, Hartono akan menjalani pemeriksaan terhadap pelanggaran kode etik profesi dan pemeriksaan terhadap pelanggaran disiplin.
Menurut Iqbal, ini adalah simbol ketegasan Polri pada oknum anggotanya yang melakukan pelanggaran, baik pelanggaran disiplin, kode etik profesi, maupun pelanggaran hukum. Terlebih status Hartono adalah penegak hukum.
Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, jika Hartono berpotensi mendapatkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat.
”Kalau terbukti, ya dipidanakan. Kalau dipidanakan, ya bisa dipecat,” kata Setyo.
Setyo menambahkan, motif keterkaitan dan keterlibatan Hartono dengan jaringan apa pun saat ini sedang didalami oleh bagian Pengamanan Internal Polri Polri.
Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, menyayangkan terjadinya peristiwa ini.
”Seorang perwira menengah Polri yang telah melakukan tindakan yang melanggar hukum sama dengan menjatuhkan martabat kepolisian sebagai penegak hukum,” kata Bambang saat dihubungi melalui pesan singkat.
Menurut Bambang, aparat tersebut sudah tidak pantas lagi menjadi polisi. ”Harus diambil tindakan pidana (dipecat),” katanya.
Upaya perbaikan internal
Penindakan tegas kepada siapa pun yang melanggar hukum ini, diakui Iqbal, sebagai langkah untuk memperbaiki sumber daya manusia di institusi Polri.
”Konsep profesional, modern, terpercaya itu jelas. Semangatnya adalah untuk memperbaiki semua aspek yang ada, mulai dari sumber daya, strategi, dan teknis serta taktis kepolisian,” ujar Iqbal.
Bambang menilai, Polri perlu melakukan evaluasi terkait kriteria penempatan anggotanya. Untuk daerah-daerah yang, menurut Bambang, tergolong rawan, seperti Kalimantan Barat, seharusnya Polri memiliki standar khusus.
Tidak semua orang dirasa Bambang cocok ditempatkan di tempat-tempat tertentu. Untuk itu, perlu ditempatkan orang-orang yang mampu mengatasi segala pengaruh dan tekanan di daerah-daerah rawan.
”Peristiwa tersebut bisa terjadi karena ada pengaruh lingkungan kerja ataupun sosial,” kata Bambang.
Sejumlah langkah perbaikan, menurut Iqbal, sebenarnya sudah dilakukan Polri, seperti tes urine secara acak setiap bulan, pengecekan secara individu, hingga tes psikologi. Hal itu dilakukan untuk memastikan sumber daya manusia Polri siap untuk menjadi pelindung, pengayom, pelayan masyarakat, dan penegak hukum.
Setyo juga mengimbau kepada seluruh anggota Polri untuk tidak mencoba-coba narkoba. Menurut dia, institusi Polri akan keras mendindak siapa pun pengguna dan pengedar narkoba, terlebih lagi anggota Polri.
”Jangan sekali-sekali coba main-main dengan narkoba. Kalau penegak hukumnya sendiri pakai narkoba, ya bagaimana (narkoba) bisa diberantas,” kata Setyo. (KRISTI DWI UTAMI)