JAKARTA, KOMPAS - Partai Golkar menyerahkan keputusan pencalonan anggota legislatif kepada Komisi Pemilihan Umum. Partai berlambang pohon beringin itu sudah mempersiapkan sejumlah skenario untuk menghadapi apapun keputusan penyelenggara pemilu, terutama terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif.
"Golkar akan menyerahkan ini pada mekanisme yang berlaku. Dan sebetulnya juga Golkar sudah menyiapkan untuk berbagai skenario," kata Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Airlangga mengakui, ada dua calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi. Mereka adalah Ketua DPD Partai Golkar Aceh Teuku Muhammad Nurlif dan Ketua Harian DPD Partai Golkar Jawa Tengah Iqbal Wibisono. Nurlif diajukan sebagai caleg DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh II, sedangkan Iqbal dari Dapil Jawa Tengah VI.
Menteri Perindustrian itu menjelaskan bahwa Nurlif dan Iqbal masuk daftar caleg Partai Golkar atas permintaan konstituen. "Menjadi ketua DPD itu kan hasil daripada pemilihan, bukan penunjukan. Jadi tentu ini menjadi catatan bahwa dia diusulkan, didukung oleh masyarakat," tutur Airlangga.
Karena itulah Golkar tidak khawatir, pencalonan dua mantan narapidana kasus korupsi itu akan berdampak pada citra maupun elektabilitas partai. Apalagi, baik Nurlif maupun Iqbal, sudah cukup lama mengabdi pada Partai Golkar dan memiliki basis massa yang cukup besar.
KPU memang melarang partai politik untuk mengusung mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba untuk menjadi calon anggota legislatif.