JAKARTA, KOMPAS — Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran kiai dan santri. Oleh karena itu, upaya para santri menjaga semangat nasionalisme dan Islam Nusantara perlu digaungkan di tengah maraknya isu radikal berbasis agama.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan, Islam Nusantara memiliki tawassuth atau cara berpikir yang moderat dan seimbang serta tasamuh yang berarti sikap toleran dan menghormati orang lain.
”Kuncinya adalah mengharmoniskan agama dan nasionalisme,” kata Said ketika menjadi pembicara kunci dalam peluncuran buku Nasionalisme Kaum Sarungan, Kamis (19/7/2018) di Jakarta.
Setelah peluncuran buku, acara dilanjutkan dengan diskusi yang menghadirkan A Helmy Faishal Zaini (penulis buku Nasionalisme Kaum Sarungan), Greg Fealy (Guru Besar Australia National University), dan Mohammad Bakir (Redaktur Pelaksana Harian Kompas). Diskusi dilaksanakan dengan moderator Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Masduki Baidlowi.
Helmy menjelaskan, anggapan Islam Nusantara sebagai agama baru merupakan kesalahpahaman masyarakat. Islam Nusantara adalah Islam yang masuk ke kawasan Nusantara yang nilai-nilainya melebur dengan budaya lokal yang baik, sehingga melahirkan spiritual persatuan bangsa. Misalnya, akulturasi budaya dengan agama dalam bentuk sarungan dan selametan. Dengan demikian, Islam Nusantara itu adalah bagaimana menjadikan budaya sebagai infrastruktur agama, agama bukan ditaklukkan budaya tapi justru agama menaklukkan budaya.
Tantangan
Menurut Greg, terdapat pergeseran cara anak muda beragama, yaitu tidak percaya lagi terhadap lembaga agama lama dan lebih percaya kepada individu. ”Sebagian umat Islam mengalami tantangan, terutama generasi milenial yang kurang percaya lembaga/institusi agama yang telah lama berdiri. Mereka lebih tertarik kepada individu yang karismatik dan menarik,” ujar Greg.
Greg menambahkan, tantangan akan semakin berat di masa depan karena dampak teknologi baru dan urbanisasi, serta adanya perubahan kebudayaan, kiai-kiai kurang didengar oleh masyarakat saat berceramah dibandingkan dengan tokoh ustaz terkenal. Greg berharap, Nahdlatul Ulama dapat mengatasi tantangan itu dan mencerahkan.
Selain itu, Bakir mengatakan, pentingnya Islam Nusantara, terutama untuk menyatukan pemahaman Islam dan nasionalisme yang berbeda-beda di seluruh Indonesia. ”Salah satunya, lewat nasionalisme sarungan ini. Karena mengandung nilai-nilai tawassuth dan tasamuh. Jika ajaran ini bisa disebarluaskan, ini menjadi salah satu cara di samping penguatan Pancasila,” katanya.
Dalam diskusi tersebut, muncul kekhawatiran akan lebih kuatnya sistem khilafah di Indonesia sebagai bentuk pemahaman nasionalisme di kalangan anak milenial saat ini. Oleh karena itu, fungsi agama diperlukan untuk hadir di tengah-tengah masyarakat dan memiliki konsep yang baik.
”Peran NU agar meletakkan konsep beragama itu secara baik. Tugas kami menjaga agar agama ini tidak dibenturkan dengan budaya, inilah yang disebut Islam Nusantara,” kata Helmy. (Melati Mewangi)