JAKARTA, KOMPAS – Proses penelusuran rekam jejak terhadap sembilan calon hakim konstitusi yang akan menggantikan Maria Farida Indrati terus dilakukan oleh panitia seleksi hingga 30 Juli mendatang. Komisi Pemberantasan Korupsi telah memberikan catatan awal mengenai apakah para calon tersebut pernah terlibat korupsi ataukah tidak.
Namun, panitia seleksi (pansel) masih membutuhkan lebih banyak masukan dan informasi dari publik mengenai rekam jejak sembilan calon yang lolos tes tertulis tersebut. Sembilan calon hakim konstitusi yang telah diumumkan kepada publik itu ialah Anna Erliyana, Enny Nurbaningsih, Hesti Armiwulan, Jantje Tjiptabudy, Lies Sulistiani, Ni’matul Huda, Ratno Lukito, Susi Dwi Harijanti, dan Taufiqurrohman Syahuri.
Anggota pansel calon hakim konstitusi yaitu Zainal Arifin Mochtar menuturkan, dari unsur kelembagaan, baru KPK yang telah memberikan catatan sementara atas rekam jejak sembilan calon hakim tersebut. Sejumlah lembaga lain, seperti Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), kepolisian, kejaksaan, dan Badan Intelijen Negara (BIN), masih melakukan penelusuran.
“Hasil penelusuran rekam jejak dari KPK dan PPATK kemungkinan baru masuk pada 25 Juli. Dari lembaga lainnya juga kami harapkan menyusul masuk, sebab pada 30-31 Juli akan dimulai tahapan selanjutnya yakni wawancara,” kata Zainal, Rabu (11/7/2018) di Jakarta.
Menurut Zainal, masukan dari publik secara langsung ke pansel dibuka hingga 31 Juli 2018. Semua masukan itu akan dibicarakan oleh pansel, dan dijadikan salah satu pertimbangan mengukur integritas, kapabilitas, dan akseptabilitas calon oleh publik. “Keberhasilan pansel dalam menghasilkan calon hakim berintegritas sangat bergantung kepada publik. Rekam jejak ini tahapan yang penting, sehingga kami berharap publik terus memberikan masukan kepada pansel mengenai rekam jejak sembilan calon,” katanya.
Pelibatan publik dalam rekam jejak, menurut Zainal, sekaligus representasi dari Pasal 18, 19, dan 20 UU MK. Ketiga pasal yang mengatur tentang pencalonan hakim konstitusi itu antara lain menyebutkan pencalonan hakim oleh tiga lembaga, yakni Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Presiden harus dilakukan secara transparan, partisipastif, obyektif, dan akuntabel.
Menanggapi proses seleksi untuk mencari penggantinya, hakim konstitusi Maria Farida Indrati sebelumnya mengatakan, ia meyakini penggantinya akan lebih baik dari dirinya. “Saya senang dan mengenal mereka (sembilan calon) semua. Jadi, saya bisa mengharapkan bahwa pengganti saya akan lebih baik dari saya,” ungkap Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Menurut Maria, integritas merupakan hal yang sangat penting bagi seorang hakim. Integritas tergambarkan dari keteguhan sikap dan pendapat seorang hakim. “Kami di MK memiliki tugas untuk membuat putusan yang betul, bagus argumentasi hukumnya, dan tidak terpengaruh oleh orang lain, atau sesuai dengan pendapat hukum masing-masing hakim. Di sini (MK), hakim bisa memberikan dissenting opinion (opini berbeda) kalau tidak setuju dengan pendapat hakim lain,” ungkapnya.
Maria yang memasuki purna tugas pada 13 Agustus 2018 terpilih sebagai hakim konstitusi selama dua periode, yakni sejak Agustus 2008. Penggantinya diharapkan belajar dengan cepat, karena pada saat yang sama, MK tengah menangani perkara sengketa hasil Pilkada.