JAKARTA, KOMPAS—Penetapan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) no. 20 tahun 2018 diharapkan dapat mencegah terpilihnya anggota DPR dan DPRD yang korup di masa depan. Usaha untuk menghukum pelaku tindak pidana korupsi di lembaga legislatif pada berbagai tingkat juga terus dilanjutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Direktur Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan, banyak penyebab korupsi masih terjadi di kalangan anggota legislatif, misalnya kewenangan dan diskresi yang besar, akuntabilitas yang lemah terhadap badan legislatif, pengaderan partai yang buruk, serta tingginya biaya pemilihan umum.
“DPR dan DPRD punya kewenangan yang besar dalam pemerintahan, terutama karena mereka memberikan persetujuan pada eksekutif. Akhirnya dukungan mereka pun bisa dijual. Oleh karena itu, PKPU no. 20 tahun 2018 ini adalah suatu cara agar anggota legislatif yang terpilih memiliki kualitas yang baik,” kata Zainal.
Tidak ada jaminan PKPU menghilangkan praktik korupsi anggota DPR dan DPRD. Namun, kemungkinan terpilihnya anggota legislatif yang korup dapat diperkecil.
Terkait kualitas anggota DPR dan DPRD, Zainal berpendapat, tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan dengan integritas. Partai-partai politik harus memperbaiki rekam jejak dalam pengajuan calon berintegritas.
“Calon legislatif dihadapkan pada persaingan intra- dan antarpartai. Namun, Partai politik harus benar-benar menyeleksi calon-calonnya menurut kualitas individual, tidak boleh asal punya uang,” kata Zainal.
Korupsi Lampung Tengah
Senin (2/7/2018), Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah Natalis Sinaga didakwa melakukan tindak pidana korupsi bersama Rusliyanto, anggota Fraksi PDI-P DPRD Kabupaten Lampung Tengah. Dakwaan terhadap Natalis dibacakan oleh Jaksa KPK Ali Fikri, sementara dakwaan terhadap Rusliyanto dibacakan oleh Subari Kurniawan. Sidang dipimpin oleh Hakim Ni Made Sudani sebagai Ketua Majelis Hakim. Natalis dan Rusliyanto diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI no. 79/KMA/SK/IV/2018.
Natalis didakwa menerima uang sebesar Rp 9,695 miliar dari Bupati Lampung Tengah Mustafa. Uang tersebut dibagikan kepada pimpinan dan beberapa anggota DPRD Lampung Tengah. Hal itu dilakukan untuk memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah sebesar Rp 300 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Dana pinjaman tersebut dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur yang rusak di Lampung Tengah, yakni 9 ruas jalan dan 1 jembatan.
Natalis mendapatkan Rp 2 miliar. Sebanyak Rp 1 miliar diberikan agar ia menandatangani surat pernyataan kesediaan pimpinan DPRD Lampung Tengah akan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) apabila terjadi gagal bayar. Penandatanganan tersebut menjadi syarat agar nota kesepakatan (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah Lampung Tengah dan PT SMI dapat ditandatangani.
Rusliyanto berperan membujuk Natalis yang juga anggota Fraksi PDI-P untuk menandatangani surat pernyataan tersebut. Rusliyanto mendapatkan Rp 1 miliar untuk peran ini.
Menurut Surat Dakwaan KPK tertanggal 25 Juni 2018, Natalis dan Rusliyanto diancam pidana sesuai Pasal 12 (a) UU no. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU no. 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Kedua terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau keberatan dalam sidang tersebut. Pemeriksaan saksi akan dilakukan pekan depan.
Beberapa pimpinan dan anggota DPRD Lampung Tengah yang menerima uang antara lain Pelaksana Tugas Ketua DPC Partai Demokrat Iwan Rinaldo Syarief yang menerima Rp 1 miliar serta Raden Zugiri, Ketua Komisi III DPRD Lampung Tengah dari Fraksi PDI-P yang menerima Rp 1,5 miliar. Bunyana dari Fraksi Golkar juga menerima Rp 2 miliar, sementara Zainuddin dari Fraksi Gerindra menerima Rp 1,5 miliar. Ketua DPRD Lampung Tengah, Achmad Junaidi Sunardi menerima Rp 1,2 miliar.
Adapun perencanaan perbaikan infrastruktur tersebut direncanakan Mustafa bersama Kepala Dinas Bina Marga, Taufik Rahman; Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Madani; Kepala Bappeda, Abdul Haq; dan Sekretaris Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah, Kartubi. Taufik Rahman menerima arahan langsung dari Mustafa untuk memenuhi jumlah uang yang diminta oleh Natalis.