BANDUNG, KOMPAS - Peristiwa teror bom di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018) tidak membuat takut masyarakat, bahkan kalangan pemuda di Jawa Barat semakin solid menggalang kekuatan untuk menjaga kedamaian dan kebaragaman di Jabar.
Tekad bulat untuk menjaga kebaragaman itu dikemukakan oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jabar Rio Febrian Wilantara dalam acara dekarasi damai dan pernyataan sikap menolak dan mengutuk keras tindakan kekerasan dan terorisme yang digelar di lingkungan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Maulana Yusuf, Kota Bandung, Senin (14/5/2018).
Hadir dalam acara deklarasi tersebut beberapa elemen kepemudaan di wilayah Jabar, yakni dari KNPI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Pemuda Pancasila, Angkatan Muda Siliwangi (AMS), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Bandung, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gusdurian Bandung, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), serta Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
“Ini bukan sekadar acara deklarasi, melainkan kami berkumpul di sini juga sebagai bentuk kepedulian dan komitmen dari para pemuda untuk tetap mengawal NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), serta menjaga kedamaian dan keberagaman di wilayah Jabar,” kata Rio Febrian Wilantara.
Rio menjelaskan, salah satu upaya untuk menjaga keberagaman itu, pihaknya akan melakukan semacam roadshow atau rangkaian kunjungan ke rumah-rumah ibadah, dan menggelar dialog kebangsaan.
“Dari dialog kebangsaan itu akan dikumpulkan berbagai masukan masyarakat lintas agama untuk menguatkan keberagaman,” ujar Rio.
Ketua Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Jabar Ni Putu Amanda Gamayani berharap, dari peristiwa teror bom Surabaya itu mengingatkan bagi lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, maupun tokoh agama untuk turut berperang dalam melawan paham radikal.
“Ini perlu kewaspadaan kita semua, juga peran lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, maupun tokoh agama untuk memastikan di lingkungan sekitarnya tidak ada anggota masyarakat yang terlibat dalam kelompok radikal,” ucap Amanda.
Sementara itu Kordinator Wilayah III Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Theo Cosner Tambunan meminta piahk DPR segera merampungkan pembahasan revisi Undang-Undang Antiterorisme untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada aparat hukum mencegah aksi terorisme.
“Teror bom di Surabaya merupakan kejadian luar biasa, maka perlu segera dituntaskan revisi undang-undang antiterorisme. Jika DPR tetap lambat, kami mendukung langkah Presiden untuk mengeluarkan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang),” kata Theo.
Ketua Majelis Jemaat GKI Maulana Yusuf, Pendeta Wee Willyanto berpendapat, dalam membasmi paham radikal ini diperlukan program yang terukur dan efektif.
“Ini harus dirancang secara komprehensif, sebab para teroris sampai melakukan tindakan teror karena mereka sudah dicuci otaknya oleh ideologi radikal, dan prosesnya juga tidak singkat,” kata Wee.
Wee menuturkan pula, toleransi dan keberagaman sudah terjalin baik di Indonesia, akan tetapi dalam perjalanan waktu, masyarakat rupanya terlena dengan kesibukan mengurus kepentingan masing-masing, juga membiarkan bibit-bibit perpecahan yang terjadi di masyarakat, hingga membuahkan tindakan terorisme.
Perempuan dan anak-anak
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, tanggal 10 Februari lalu sudah mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap kelompok radikal yang memanfaatkan atau menyasar kalangan perempuan dan anak-anak untuk dijadikan kader.
“Dalam aspek strategis taktis, perempuan sebagai pelaku teror dinilai lebih aman, dan tidak mudah dicurigai. Perempuan juga dinilai lebih militan dalam menjalankan aksi,” kata Suhardi.
Salah satu bukti kasus ketika ditemukan bom panci di Bekasi, Jabar, tanggal 10 Desember 2016. Skenarionya ketika itu, para teroris akan menyerang depan Istana Merdeka saat pergantian pasukan pengamanan presiden, dan pelaku salah satunya adalah perempuan.
Sebagaimana kejadian teror bom, hari Minggu, pekan lalu, yang mengguncang tiga gereja di Surabaya. Pelaku merupakan satu keluarga terdiri atas enam orang, yaitu ayah, ibu, dan keempat anaknya (dua laki-laki dan dua perempuan).
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.