SURABAYA, KOMPAS - Generasi muda sadar anti korupsi dewasa ini tidak bisa tinggal diam sekedar menjadi penonton pertarungan sejarah bangsa memberantas aksi-aksi tindak pidana korupsi.
Di luar soal kinerja lembaga pemberantasan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), generasi muda dan barisan mahasiswa sebenarnya tak bisa tinggal diam untuk melibatkan diri secara langsung dengan upaya pemberantasan korupsi.
Yakni, melakukan aksi nyata mengikis "budaya korupsi". Pengajar kriminologi Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Kristoforus Kleden di Surabaya, Jumat (30/3/2018) mengatakan, korupsi bukan tindak pidana baru dalam sejarah kriminologi di Indonesia.
Indonesia baru mengenal aturan pemberantasan korupsi mulai Perpu (Peraturan Pengganti Undang-undang) No 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi yang bisa disebut sekaligus sebagai bukti bahwa korupsi merupakan gejala lama.
Praktek korupsi oleh pejabat negara sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) selama antara tahun 1960 itu hingga akhirnya muncul kelembagaan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Peadilan Tipikor, sebenarnya merupakan bentuk kekosongan hukum.
Saat hadir dalam Seminar Anti Korupsi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, hari Kamis (29/3/2018) salah satu pembicara Achmad Wahid Habibullah dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menyatakan, masa depan Indonesia sangat tergantung bagaimana generasi saat ini melaksanakan upaya pemberantasan korupsi secara nyata.
"Saat ini merupakan fase kritis, apakah Indonesia bisa keluar dari peradaban yang dililit mentalitas korupsi, atau masih akan berhadapan dengan siklus generasi korupsi. Penentuannya ada di jiwa generasi muda sekarang," kata Wahid.
Kleden menggatakan, ada periode kekosongan upaya pemberantasan korupsi sebagaimana ditunjukkan oleh hanya munculnya aturan berupa Peraturan Pengganti Pemerintah (Perpu) dari tahun 1960 sebelum akhirnya kini ada UU Anti Korupsi.
"Studi sosiologi mengatakan, perilaku korupsi ini sudah melekat dalam keseharian raja-raja feodal terdahulu. Jadi perilaku korup bukan sekedar produk penyalahgunaan kekuasaan belaka, namun juga budaya yang terlanjur terbentuk secara masif.
Generasi muda bisa melakukan praktek anti korupsi, dengan contoh yang banyak, diantaranya mengurus surat-surat kependudukan dengan tidak menyuap, mendapatkan surat izin mengemudi tanpa menyogok, dan praktek anti korupsi lain selagi berurusan dengan birokrasi dan menjadi personil birokrasi itu sendiri.