Hakim Perkara Banding Mantan Bupati Bolaang Mongondow Diteror
Oleh
Riana Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Teror dialami hakim yang memutus perkara banding milik mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan. Dari pesan melalui telepon genggam hingga pengrusakan rumah dialaminya pasca pembacaan putusan banding dalam perkara korupsi anggaran daerah tersebut.
Hal ini diungkapkan mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Manado yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu Siswandriyono saat bersaksi untuk terdakwa mantan Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono. Sidang suap hakim tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/3).
“Saat itu, saya sedang kongres di Bandung. Lalu sopir saya yang menempati di situ selama saya pergi melapor. Rumah saya dirusak, dibongkar paksa, dan diobrak-abrik. Saya sudah melaporkan teror itu ke Polda. Akhirnya, saya dan istri kalau malam memilih menyewa hotel. Hanya siang saja di situ,” ujar Siswandriyono.
Selain pengrusakan rumah, ia juga menerima pesan berupa ancaman yang dikirimkan ke telepon genggamnya. Pelaku pengirim pesan tersebut, lanjut dia, sudah terlacak lokasinya setelah dilaporkan ke jajaran cyber crime.
Seperti diketahui, Siswandriyono mengambilalih posisi ketua majelis hakim untuk perkara banding milik Marlina setelah Sudi tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Jajaran anggota juga dirombak. Antara lain, Sadjidi, Imam Syafii, Victor Selamat Zagoto, dan Andreas Lumme. “Hanya Pak Andreas yang tidak diganti, karena tidak ada hakim ad hoc lainnya. Sisanya diubah agar tidak ada kecurigaan,” tutur Siswandriyono.
Setelah perkara banding ditanganinya, majelis langsung memutuskan untuk mengeluarkan penetapan penahanan terhadap Marlina karena khawatir yang bersangkutan kabur ke luar negeri. Sebelumnya, Sudi tidak mau menerbitkan penetapan karena sudah menerima suap dari anak Marlina yaitu anggota Komisi XI DPR Aditya Anugerah Moha.
Selain penahanan, majelis hakim yang dipimpin Siswandriyono juga menjatuhkan vonis lebih tinggi dibanding pengadilan tingkat pertama yaitu 6 tahun penjara dari 5 tahun penjara. Namun usai pembacaan putusan pada 13.50 WITA, tim kuasa hukum Marlina memohon pencabutan pengajuan banding pada 17.00 WITA. Hal itu ditolak Siswandriyono. “Karena sudah dibacakan putusannya. Tapi tidak masalah juga karena pengajuan banding juga dilakukan jaksa,” ungkap Siswandriyono.
Dalam persidangan yang dipimpin hakim Masud tersebut, seorang wartawan bernama Reviandi turut menjadi saksi. Ia menyampaikan, dirinya diajak oleh Aditya ke rumah Sudi di Yogyakarta. Saat perjalanan, Revi mengaku diminta Aditya menghitung uang yang ditempatkan di dalam amplop “Coba jelaskan menghitung bagaimana?” tanya jaksa Yadyn.
“Dihitung ada 80.000 dollar Singapura nggak? Saya bilang pas 80, setelah itu saya masukin ke amplop putih dan jalan menuju ke rumah dekat Pasar Burung Yogyakarta,” jawab Reviandi.
“Lihat kalau itu terdakwa?” tanya Yadyn.
“Samar-samar saat bapak itu keluar. Saya baru jelas saat melihat berita OTT di televisi. Bapak yang ditangkap yang pernah ditemui Pak Aditya,” jawabnya.
“Benar uang itu diserahkan?” kejar Yadyn yang dibenarkan Reviandi karena amplop putih yang dibawa Aditya tidak ada lagi usai mereka bertemu Sudi.