JAKARTA, KOMPAS - Faktor senioritas masih membayangi proses regenerasi di tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia, terutama dalam jabatan utama untuk pangkat komisaris jenderal atau bintang tiga. Dari enam jabatan untuk pangkat itu di Polri, mayoritas masih diduduki oleh lulusan Akademi Kepolisian tahun 1984 dan 1985.
Harapan terhadap percepatan regenerasi Polri muncul seiring kehadiran Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang menjabat sebagai Kepala Polri. Tito adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1987. Berbeda dengan pengangkatan kepala Polri yang menjadi hak prerogatif Presiden, jabatan utama dan strategis Polri dipilih berdasarkan hasil rapat Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti).
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, mengatakan, regenerasi Polri melalui kebijakan mutasi dan promosi telah berjalan baik. Hal itu ditunjukkan dengan kehadiran perwira tinggi lulusan Akpol tahun 1987 hingga 1991 yang telah dipercaya sebagai kepala kepolisian daerah.
Namun, tambah Poengky, untuk jabatan utama di Markas Besar Polri, pertimbangan senioritas masih terasa menjadi pertimbangan, misalnya dalam jabatan strategis berpangkat bintang tiga. ”(Penunjukan) posisi bintang tiga adalah perpaduan senioritas dan pengalaman,” ujar Poengky di Jakarta, Jumat (9/3).
Seperti diketahui, enam jabatan strategis Polri berpangkat bintang tiga, dua di antaranya dijabat lulusan Akpol 1984. Mereka ialah Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Putut Eko Bayuseno serta Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komjen Lutfi Lubihanto.
Lalu, tiga jabatan lain dijabat lulusan Akpol 1985, yakni Wakil Kepala Polri Komjen Syafruddin, Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komjen Unggung Cahyono, serta Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Ari Dono Sukmanto.
posisi bintang tiga adalah perpaduan senioritas dan pengalaman
Selain lima jabatan itu, ada pula tiga jabatan di luar Polri yang diemban oleh jenderal bintang tiga dari lulusan Akpol 1984 dan 1985. Mereka adalah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal (Irjen) Heru Winarko, yang merupakan lulusan Akpol 1985, serta Irjen Mochamad Iriawan, lulusan Akpol 1984, yang baru dipromosikan menjadi Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Adapun Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komjen Moechgiyarto merupakan lulusan Akpol 1986.
Kompetisi internal
Saat dikonfirmasi, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, penentuan mutasi dan promosi di organisasi Polri merupakan hasil penilaian Wanjakti. Rekam jejak kinerja dan pengalaman menjadi alasan pemberian promosi jabatan kepada personel Polri.
Poengky mengatakan, semua perwira tinggi (pati) Polri, yang merupakan lulusan Akpol di atas 1987, perlu menunjukkan prestasi yang gemilang agar dapat menduduki jabatan strategis. Di sisi lain, ia berharap penilaian promosi jabatan di Polri, terutama untuk jabatan utama, terus dibenahi agar penilaian untuk memberikan jabatan itu murni berdasarkan prestasi, keahlian, dan pengalaman kerja yang cemerlang.
”Jangan ada lagi pati Polri yang berlomba untuk menjadi jenderal hanya didasari urut kacang. Cara itu sudah kuno dan harus ditinggalkan. Patutnya para pati muda bisa meniru capaian Pak Tito,” kata Poengky.
Secara terpisah, pengamat kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menambahkan, Polri perlu melakukan pembenahan penempatan pati pengembangan karier. Cara itu dilakukan agar para perwira memiliki motivasi tinggi berkompetisi secara sehat dalam persaingan menduduki jabatan utama Polri.