Mereka Dulu Sahabat Dekat...
Persidangan lanjutan dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/2), ditunggu-tunggu hadirin. Siang itu, pengacara kondang Elza Syarief akan memberikan keterangan sebagai saksi.
Statusnya sebagai mantan pengacara Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, membuat Elza banyak mengetahui keterangan-keterangan Nazaruddin yang dijadikan informasi awal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap korupsi dalam proyek pengadaan KTP-el di Kementerian Dalam Negeri.
Elza mengatakan dirinya mendampingi Nazaruddin saat pertama kali mengungkap korupsi KTP-el. ”Saya waktu itu mendampingi Nazaruddin saat menghadapi perkara korupsi wisma atlet. Dari situ, penyidik menemukan 38 proyek yang melibatkan Nazaruddin. Saya mendampingi terus dan dia terus dipanggil penyidik untuk didalami keterangannya mengenai dana-dana proyek lainnya, sampai Hambalang, dan kemudian e-KTP,” ujarnya di hadapan sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Yanto.
Keberhasilan KPK dalam mengungkap perkara KTP-el memang tidak bisa dilepaskan dari ”nyanyian” Nazaruddin. Nazaruddin menyebutkan ada penggelembungan (mark-up) dalam proyek bernilai Rp 5,84 triliun itu. Dalam perkembangannya, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, terbukti terlibat dalam korupsi, begitu juga pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang menjadi pengatur tender proyek.
Nazaruddin pertama kali menunjukkan skema pelaku korupsi KTP-el itu kepada Elza. Dalam skema korupsi KTP-el itu, Nazaruddin menyebut keberadaan dua aktor utama, yakni Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, dan Setya Novanto yang saat itu Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR. Kedua orang itu disebut-sebut mengadakan rapat untuk kepentingan berbeda.
Anas bertugas memuluskan jalannya proyek dengan melakukan lobi-lobi kepada pejabat eksekutif dan legislatif karena posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang merupakan partai berkuasa.
Di pihak lain, Novanto bertugas mencari pengusaha untuk menjalankan proyek itu, yakni dengan memberi modal atau ijon. Hasil dari proyek itu nantinya dibagi dua. ”Motivasinya karena Setya Novanto adalah pengusaha,” kata Elza menerangkan cerita Nazaruddin.
Bukan kali ini saja Nazaruddin menyebut keterlibatan Anas dalam kasus korupsi. Sebelumnya, Anas dijerat dalam kasus korupsi pembangunan sarana olahraga Hambalang setelah kesaksian Nazaruddin. Nazaruddin juga pernah menyebutkan Anas berambisi menjadi presiden sehingga selama menjadi anggota DPR dan Bendahara Umum Demokrat, dia kerap menarik fee proyek. Fee itu dimasukkan ke dalam PT Anugerah dan akan dipakai untuk membiayai ambisi politik Anas dalam Pemilu 2014.
Terus disebut
Elza pun mengakui, ada kecenderungan Nazaruddin untuk terus menyeret Anas, terlepas benar atau tidaknya keterangan itu. ”Fokus dia sepertinya selalu ke Anas. Selalu Anas yang dia sebut,” katanya.
Sikap Nazaruddin dan Anas yang kini seolah bermusuhan pun menjadi tanda tanya. Sebab, mereka awalnya sahabat dekat. ”Nazaruddin selalu menceritakan dulu dia mendampingi Anas terus, ke mana-mana selalu mendampingi. Dua orang ini sahabat dekat. Cinta bangetlah sama Anas, baju saja mereka seragaman,” kata Elza.
Mendengarkan hal itu, tak mudah membayangkan bagaimana dua sahabat dekat itu, setidaknya menurut Elza, kini akhirnya menjadi berjauhan. Anas, yang kini menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, di dalam akun Twitter-nya berkali-kali membantah Nazaruddin. Anas juga menyebut perkataan Nazaruddin itu sebagai fitnah.
”Sudahlah, berhenti memfitnah, baik itu inisiatif sendiri maupun untuk melayani pihak lain. Fitnah itu keji dan jorok. *abah,” demikian kicauan Anas pada 21 Februari.
Ia juga mengomentari tuduhan korupsi Nazaruddin kepada Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. ”Dari rekam jejaknya jelas Fahri Hamzah jauh lebih bisa (layak) dipercaya. *abah,” kicau Anas di hari yang sama.
Tentang keterangan Nazaruddin soal keterlibatan Anas dalam korupsi KTP-el, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan perlu mencermati hal itu terlebih dulu. ”Validitasnya harus kami uji untuk menemukan kebenaran materiil karena KPK tidak boleh bergantung pada satu keterangan saksi saja. Apalagi, secara hukum ada prinsip satu saksi bukanlah saksi,” ujarnya.
Menurut KPK, Nazaruddin telah mengungkap banyak nama dan peran pihak-pihak lain dalam kasus KTP-el ini. Namun, benar atau tidaknya keterangan Nazaruddin mengenai dugaan keterlibatan Anas perlu diuji dengan bukti-bukti lain.
Waktu yang akan menjawab, apakah pergulatan Anas dan Nazaruddin ini mengonfirmasi adagium tidak ada ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik? (Rini Kustiasih)