YOGYAKARTA, KOMPAS — Kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaga penafsir tunggal konstitusi terancam runtuh. Kehormatan lembaga ini jadi pertaruhan jika Ketua MK Arief Hidayat nekat mempertahankan jabatannya meski telah terbukti dua kali melanggar etik.
Dalam diskusi bersama akademisi dan praktisi hukum di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Senin (5/2), Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zaenal Arifin Mochtar menilai mundurnya Arief dari jabatannya sebagai Ketua MK dapat mengobati demoralisasi di dalam tubuh lembaga.
”Sebagai sosok yang dibekali pengetahuan tinggi soal hukum tata negara, seharusnya Arief bersikap arif dengan sukarela mundur dari jabatannya,” kata Zaenal.
Sebagai sosok yang dibekali pengetahuan tinggi soal hukum tata negara, seharusnya Arief bersikap arif dengan sukarela mundur dari jabatannya.
Arief dijatuhi sanksi etik berupa teguran lisan sebanyak dua kali oleh Dewan Etik MK. Sanksi pertama dijatuhkan pada 2016 karena memberikan katebelece kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Widyo Pramono terkait dengan seorang jaksa muda dari Trenggalek, Jawa Timur. Pada 16 Januari 2018, Arief kembali mendapat sanksi karena bertemu pimpinan Komisi III DPR di sebuah hotel di Jakarta untuk membahas pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi.
Saat ini, Dewan Etik MK tengah memproses laporan dugaan pelanggaran etik baru Arief atas pernyataannya di media massa. Arief menyatakan bahwa Abdul Ghoffar, selaku peneliti MK, pernah meminta jabatan struktural. Pernyataan ini muncul setelah 25 Januari lalu artikel Ghoffar muncul di harian Kompas dengan judul ”Ketua Tanpa Marwah”. Lewat artikel itu, Ghoffar menyerukan kepada Arief agar mundur dari jabatan Ketua MK.
Saat ini, Abdul Ghoffar dibebastugaskan sementara dari MK. Ia dinilai telah melanggar etika pegawai negeri sipil. Terkait hal ini, peneliti Pukat UGM, Oce Madril, mengatakan, seharusnya langkah Abdul Ghoffar dipandang sebagai upaya membangun MK dari dalam. Pembebastugasan sementara Ghoffar dinilai berlebihan dan menunjukkan sikap antikritik pimpinan MK.
Desakan Muhammadiyah
Permintaan agar Arief Hidayat mengundurkan diri juga disampaikan Forum Dekan Fakultas Hukum dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Perguruan Tinggi Muhammadiyah Se-Indonesia yang berlangsung di kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam pernyataan sikap yang didukung 34 fakultas hukum dan 5 STIH Perguruan Tinggi Muhammadiyah Se-Indonesia itu, forum tersebut menyampaikan seruan moral agar Arief bersedia mundur dari jabatannya.
”Kami mendukung apabila berdasarkan kebesaran jiwa dan sikap kenegarawanan, Prof Dr Arief Hidayat memilih mundur dari jabatan Ketua MK sekaligus hakim konstitusi,” kata Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum dan Ketua STIH Perguruan Tinggi Muhammadiyah Se-Indonesia Trisno Raharjo.