JAKARTA, KOMPAS — Untuk menyelamatkan arsip kepresidenan dari 1949 hingga 2014 yang tersebar di sejumlah tempat, Sekretariat Negara membentuk tim gabungan pada 2016 untuk mengumpulkan pelbagai arsip tersebut dalam bentuk digital. Tim gabungan itu terdiri dari pegawai Kementerian Sekretariat Negara, ANRI, sejarawan, dan akademisi.
Sebagian hasil tim gabungan yang sudah didokumentasikan itu, Senin (29/1), secara simbolis diserahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno kepada Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Mustari Irawan di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta. Tim gabungan itu hingga kini terus bekerja untuk menyelesaikan pengumpulan arsip tersebut dalam bentuk digital.
”Dokumen arsip nantinya agar dapat diketahui publik secara nasional dan internasional. Kami di hulu menjalin kerja sama dengan ANRI yang ada di hilir, jadi bersambung langkah-langkahnya,” kata Pratikno.
Berbagai arsip yang didokumentasikan dalam bentuk digital itu antara lain foto kegiatan presiden pada 1954-2014, buku tamu kenegaraan pada 1982-1992, dan arsip lain berupa 3.914 berkas. Arsip lain yang dimaksud terdiri dari dokumen Kabinet Republik Indonesia Serikat hingga Kabinet Ampera yang Disempurnakan 1949 hingga 1968, arsip Gerakan Non-Blok 1970-1998, arsip ASEAN 1967 hingga 1968, dan arsip Sekretariat Wakil Presiden 1999 hingga 2004.
Sejauh ini, pengumpulan arsip tersebut tidak mudah karena harus dilakukan satu per satu mengingat usia arsip yang sudah puluhan tahun. Dengan peralatan dan tenaga pengarsipan yang terbatas, kerja bersama itu dapat dilakukan meskipun butuh waktu. Pratikno mengakui, pengarsipan dokumen itu perlu kerja keras, dari tahap pengamanan, penyimpanan, penataan, hingga langkah konsolidasi, sebelum kemudian diserahkan ke ANRI.
Kepala Biro Tata Usaha Sari Harjanti menyampaikan, langkah ini merupakan program jangka panjang untuk menyatukan seluruh dokumen kepresidenan dalam bentuk digital. Hal ini tidak hanya menyangkut arsip, tetapi juga tempat rujukan arsip kepresidenan yang akan disatukan di satu tempat, yang menurut rencana, di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. ”Keinginan kami, arsip kepresidenan dari awal hingga periode terakhir dapat diakses dengan mudah oleh generasi berikutnya,” ujar Sari.
Sari mencontohkan, dokumen tentang Soekarno sangat banyak ragamnya, dari lukisan, foto, rekaman pidato, film, buku-buku, hingga teks. Tim gabungan akan terus melanjutkan pengumpulan arsip. Dokumen yang masih berbentuk data manual akan diubah menjadi digital. Selain foto dan teks, arsip kepresidenan juga berupa rekaman suara dan film. Kerja bersama ini ditargetkan selesai 2019.
Mustari menambahkan, penyelamatan arsip kepresidenan dibutuhkan untuk kepentingan masa depan bangsa. Setiap kementerian dan lembaga negara, lanjut Mustari, diingatkan untuk memiliki kewajiban menyerahkan arsip statis ke ANRI. Ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. (NDY)