Kilas Politik & Hukum
Asal-usul Barang yang Tidak Sah Bisa Kena Pidana Pencucian Uang
Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK Yunus Husein, Rabu (24/1), menyatakan, setiap barang yang disita penyidik harus dapat dibuktikan asal-usul sumbernya. Jika tidak dapat dibuktikan sumbernya, pemilik barang tersebut akan dikenai tindak pidana pencucian uang. Saat menjadi saksi ahli tindak pidana pencucian uang di sidang lanjutan pemberian suap Rp 240 juta dari sejumlah pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi kepada auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan, Rochmadi Saptogiri, agar laporan Kemendesa memperoleh opini wajar tanpa pengecualian, Yunus mengatakan pembuktian itu untuk menyatakan kewajaran kemampuan seseorang membeli barang tersebut. ”Jadi, pembelian barang dibandingkan dengan penghasilannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS),” kata Yunus. Selain didakwa menerima suap dari Kemendesa, Rochmadi juga didakwa terkait TPPU berupa pembelian sebidang tanah kavling di kawasan Jakarta Selatan seharga Rp 3,5 miliar dan mobil seharga Rp 700 juta. Pembelian kedua aset itu diduga sebagai bentuk pencucian uang dari sejumlah imbalan yang pernah diterima oleh Rochmadi. (MDN)
Pemerintah-DPR Cari Solusi Terbaik Melalui RUU Aparatur Sipil Negara
Pemerintah belum bersikap atas keinginan DPR agar tenaga honorer pemerintah diangkat menjadi pegawai negeri sipil melalui revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, pemerintah bersedia mengikuti proses pembahasan revisi di DPR dan bersama DPR mencari solusi terbaik. Saat rapat perdana pemerintah dan DPR membahas revisi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/1), hanya DPR yang memberikan penjelasan atas revisi undang-undang yang merupakan rancangan undang-undang (RUU) inisiatif DPR. Sementara pemerintah belum menyampaikan pandangannya. Pemerintah diwakili Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, sedangkan DPR menunjuk Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk membahas revisi. Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo, saat membacakan penjelasan DPR menyebutkan, revisi UU ASN bertujuan memberikan payung hukum bagi pemerintah untuk menyelesaikan masalah tenaga honorer yang belum diatur UU ASN, khususnya pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil. Saat ini ada sedikitnya 500.000 tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah di seluruh Indonesia. (APA)