JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan status dari unit kerja presiden menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila merupakan upaya pemerintah melakukan pembinaan ideologi untuk jangka panjang. Namun, lembaga ini sebaiknya dibentuk berlandaskan undang-undang agar upaya pembinaan ideologi berjalan berkesinambungan.
Keputusan Presiden Joko Widodo meningkatkan status tersebut membuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dapat langsung mengeksekusi program kerja. Selama ini, ruang gerak Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) terbatas pada menyusun program kerja untuk dilaksanakan melalui kementerian dan lembaga negara lain.
Kepala UKP-PIP Yudi Latif di Jakarta, Kamis (11/1), mengatakan, penguatan lembaga ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak ingin menjadikan Pancasila sebagai ”pemadam kebakaran” persoalan jangka pendek.
”Fungsi badan ini tidak hanya terbatas pada koordinasi dan sinkronisasi antar-kementerian dan lembaga, tetapi juga diperluas ke masyarakat,” kata Yudi.
Landasan hukum
UKP-PIP juga memiliki Dewan Pengarah yang dipimpin presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri. Pada Rabu (10/1), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hadir dalam rapat finalisasi membahas peningkatan status UKP-PIP menjadi badan di Kementerian Sekretariat Negara. Untuk menaungi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Pramono, Kamis (11/1), mengatakan, payung hukum yang disiapkan adalah peraturan presiden.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, mendukung langkah ini. Menurut dia, penguatan UKP-PIP memang menjadi keharusan. Namun, Jimly menyarankan agar badan itu berlandaskan undang-undang. ”Lembaga ini jadi lebih sulit dibubarkan,” katanya.