logo Kompas.id
Politik & HukumLambat dan Tak Selamat
Iklan

Lambat dan Tak Selamat

Oleh
· 3 menit baca

Dibentuk 14 bulan yang lalu, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme hingga kini belum merampungkan tugasnya. Tak hanya belum selesai melaksanakan tugas, pansus juga abai membahas masalah-masalah mendasar, seperti definisi terorisme itu sendiri. Padahal, kalaupun revisi selesai, masih banyak perangkat aturan dan sistem yang harus dibuat untuk memampukan Indonesia mengatasi terorisme. Salah satu contohnya, pelibatan TNI yang menjadi perdebatan. Dalam draf revisi UU No 15/2003, pelibatan TNI dicantumkan dalam Pasal 43B. Lepas daripada perdebatan yang ada, pelibatan TNI untuk mengatasi aksi terorisme telah dicantumkan dalam Pasal 7 UU No 34/2004 tentang TNI. Hal ini berarti pelibatan TNI untuk mengatasi aksi teror adalah keniscayaan ketika terorisme hadir berbentuk aksi bersenjata. Asalkan, ada keputusan politik Presiden. Sementara, untuk memberantas terorisme yang hadir sebagai paham atau nilai, senjata malah tidak terlalu berperan. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, aspek fisik dengan senjata hanya berkontribusi 1 persen di dalam penanganan akar masalah terorisme. Yang 99 persen adalah upaya rakyat dan negara dalam penanaman nilai-nilai kesadaran bela negara.Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Edy Prasetyono, mengatakan, pencantuman pelibatan TNI bergantung pada pengategorian terorisme sebagai tindak pidana atau ancaman terhadap keamanan nasional. Dalam tataran yang paling tidak ideal, yaitu ketika UU tentang terorisme dikategorikan sebagai tindak pidana, TNI bisa dilibatkan berdasarkan Pasal 7 UU No 34/2004. Ketika pemerintah menilai aksi terorisme sudah mengancam keamanan nasional, Presiden bisa langsung membuat keputusan politik. Keputusan politik itu menyatakan terorisme sudah menjadi ancaman keamanan nasional sehingga otomatis UU Tindak Pidana Terorisme gugur. Presiden bisa menggerakkan TNI sejak awal. Mekanisme ini diatur dalam UU Antiterorisme. Dalam pendekatan yang lebih ideal, terorisme tidak lagi dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga disebut sebagai UU Antiterorisme. Pendekatan ini lebih ideal karena membuka ruang-ruang agar seluruh sumber daya bangsa bisa dikerahkan dengan mekanisme tertentu.Petunjuk pelaksanaan Namun, mekanisme pelibatan TNI ini perlu pengaturan rinci, tak saja pada tataran kebijakan politik Presiden, tetapi pada pendefinisian ekskalasi kondisi yang membuat TNI digunakan. Menurut Edy, penanganan terorisme dibagi dalam dua domain utama, yaitu penegakan hukum dan penanganan ancaman terhadap keamanan nasional. Dalam penegakan hukum, Polri menjadi ujung tombak dalam operasi. Apabila ternyata Polri tidak bisa menangani sendiri, TNI bisa dikerahkan sebagai bantuan kendali operasi (BKO). Kalau terjadi peningkatan ekskalasi, diberlakukan mekanisme TNI mengambil alih operasi. Hal ini perlu diatur dalam peraturan presiden.Di tataran terbawah, pelibatan TNI membutuhkan petunjuk pelaksanaan. Praktik perbantuan TNI ke Polri selama ini hanya berdasarkan diskresi. Diskresi dibuat berdasarkan hubungan antarpersonal di kedua instansi. Dari segi taktis di lapangan, perbedaan doktrin Polri sebagai penegak hukum dan TNI sebagai mesin perang hampir pasti menimbulkan konflik. Praktik di lapangan juga rentan kesalahan individu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran penggiat HAM. Al Araf dari Imparsial menyoroti minimnya mekanisme hukum yang akuntabel untuk menguji upaya paksa yang dapat dilakukan TNI.Demikian panjang mekanisme yang harus dibuat untuk mengimplementasikan satu klausul dalam UU Terorisme, yaitu pelibatan TNI. Sementara itu, saat ini definisi tentang terorisme itu sendiri belum tuntas dibahas. Hal ini berujung tidak saja pada proses yang lambat, tetapi tak selamat alias negara gagal melindungi warga negaranya. (Edna C Pattisina)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000