logo Kompas.id
Politik & HukumRajamohanan Bawa Rp 1,5 M Saat...
Iklan

Rajamohanan Bawa Rp 1,5 M Saat Temui Arif

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemilik PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair diketahui membawa uang Rp 1,5 miliar saat bertemu adik ipar Presiden Joko Widodo yang juga Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera Arif Budi Sulistyo di Solo.Rajamohanan adalah terdakwa penyuap Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Handang Soekarno. Ihwal uang yang dibawa Rajamohanan saat bertemu Arif ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara suap pajak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (13/3). Sidang kemarin menghadirkan saksi antara lain Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, Handang, Kakanwil DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv, Sekretaris PT EKP Mutiara Chairani, dan rekan Rajamohanan, Rudi Musdiono. Mutiara dalam kesaksiannya mengungkapkan, Rajamohanan yang saat itu sedang terbentur sejumlah masalah pajak bertemu dengan Arif di Solo dengan membawa uang tunai Rp 1,5 miliar. Penjelasan Rajamohanan, uang itu untuk membayar tenaga pengupas kacang mede. Namun, Mutiara mengaku tidak pernah mengetahui atau memegang bukti pembayaran tersebut."Bapak bawa tas dan dua koper yang ukurannya lebih kurang sama besar. Isinya uang. Namun, saat pulang ke Jakarta, dua koper yang dibawa saat berangkat sudah tidak ada. Saya tidak tahu untuk apa," ujar Mutiara. Arif diketahui merupakan rekan kerja Rajamohanan. Beberapa waktu setelah pertemuan tersebut, Arif bertemu dengan Haniv meminta dipertemukan dengan Ken. "Memang, Arif dan Rudi pernah menemui saya. Namun, saat itu tidak ada pembicaraan mengenai PT EKP. Mereka bertemu karena ingin mengetahui secara rinci mengenai program tax amnesty. Saya juga ditemani beberapa direktur saat itu," kata Ken."Jadi, orang boleh bertemu kapan saja dengan saudara saksi buat minta sosialisasi tax amnesty?" ujar jaksa Ali Fikri."Tentu saja bisa. Yang bertemu saya bukan hanya mereka. Sudah banyak yang bertemu dengan saya langsung karena ingin tahu tax amnesty," kata Ken.Kendati demikian, pertemuan tersebut diatur anak buahnya, yaitu Haniv dan Handang. Haniv mengaku meminta bantuan Handang untuk dapat menjembatani pertemuan Arif dan Rudi dengan Ken. Padahal, jabatan Handang saat itu adalah Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak. "Apa alasan Anda meminta tolong Pak Handang? Dari struktur jabatan jauh untuk ke Dirjen," ucap Ali."Kebetulan Handang di depan saya saat berada di Istana saat itu," kata Haniv.Namun, jaksa merasa jawaban Haniv tersebut janggal. "Tolong jawabannya yang realistis. Jujur saja, apa dasar Anda meminta tolong Handang?" cecar Ali yang dijawab dengan pernyataan yang sama oleh Haniv bahwa semuanya karena kebetulan saja. Permintaan tolong kepada Handang ini juga merupakan yang pertama kali dilakukan Haniv. Biasanya, Haniv melalui Sekretaris Dirjen Pajak jika ingin bertemu dengan Ken.TunggakanHaniv juga membantah permintaan Arif untuk bertemu dengan Dirjen Pajak yang diungkapkan saat sedang minum kopi bersama berkaitan dengan persoalan PT EKP. Seperti diketahui, PT EKP mempunyai tunggakan pajak yang cukup banyak, yaitu Rp 52,3 miliar pada 2014 dan Rp 26,4 miliar pada 2015.Anggota majelis hakim Anwar merasa janggal dengan kesaksian Haniv. Berdasarkan kronologi dalam dakwaan, pertemuan diyakini membahas persoalan PT EKP. Kemudian, aliran uang yang hanya mengalir ke Handang juga disangsikan karena Haniv juga ikut menjadi perantara pertemuan. Namun, Haniv berkeras dirinya tidak menerima uang dan pertemuan Arif bukan membahas PT EKP.Dalam sidang yang dipimpin hakim Jhon Halasan Butarbutar, Haniv juga melawan kesaksian Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam Kalibata Jhonny Sirait yang disampaikan dua pekan lalu. Menurut dia, Jhonny tidak sesuai prosedur dalam mengeluarkan keputusan pencabutan pengusaha kena pajak (PKP) sehingga dirinya ikut turun tangan, termasuk untuk membatalkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambangan Nilai (STP PPN).Jhonny, dalam sidang sebelumnya, menyampaikan ada intervensi dari Haniv mengenai pembatalan pencabutan PKP dan pembatalan STP PPN. Padahal, dengan pembatalan STP PPN, negara berpotensi kehilangan pemasukan ke kas negara. (IAN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000