Polisi Tangkap Dua Terduga Teroris
BANDUNG, KOMPAS — Tim Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Negara RI bersama-sama dengan Kepolisian Daerah Jawa Barat menangkap dua terduga teroris pada 8-9 Maret. Mereka diduga terlibat peledakan bom di Taman Pendawa, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, 27 Februari. Satu terduga teroris berinisial A ditangkap di tempat kosnya di Jalan Kebon Gedang, Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Rabu (8/3). Terduga teroris lainnya, SA, ditangkap di depan bengkel kendaraan di Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Kamis.Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Anton Charliyan membenarkan penangkapan dua terduga teroris itu. "Memang ada penangkapan," kata Anton.Penangkapan A dan SA diduga terkait pengembangan kasus peledakan di Taman Pendawa. Saat itu, pelakunya, Yayat Cahdiyat alias Abu Salam alias Dani (41), tewas ditembak polisi.Di tempat kos A, polisi menyita sejumlah barang bukti, seperti plastik, obat-obatan, dan bahan-bahan kimia. Tempat kos itu ada di pusat kota yang padat. "Orangnya (A) kalau bertemu seseorang tidak pernah menyapa dan terkesan berusaha memalingkan wajahnya," ujar Noviandri (32), yang juga penghuni kos. Sementara itu, pemilik bengkel di Kelurahan Sukahaji, Alin (37), mengemukakan, SA yang sehari-hari berjualan susu sapi murni ditangkap sekitar pukul 10.00. "Ada tiga orang menangkap yang bersangkutan sambil berteriak polisi," kata Alin.Sementara itu, istri SA, Fitri Rosidah (28), saat dikonfirmasi mengatakan belum tahu suaminya dibawa ke mana oleh polisi. Saat ditanya apakah kenal dengan Yayat Cahdiyat, Fitri mengaku mengenalnya."Saya dan suami saya pernah bertemu Yayat tahun lalu (2016) di panti asuhan di kawasan Dayeuhkolot, Bandung. Istri Yayat mengajar bahasa Arab. Suami saya juga mengajar di panti asuhan itu," kata Fitri. Menyusul aksi teror di Taman Pandawa, Anton menambahkan, pengawasan di masyarakat terkait ancaman terorisme ditingkatkan. Salah satunya dengan membentuk forum komunikasi RW.Di Jakarta, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakan, upaya deradikalisasi tidak cukup hanya dengan mengandalkan negara. Masyarakat bersama dua ormas besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah ditantang berperan menciptakan imunitas ketika virus radikalisme menggempur. (SEM/IVV)