Empat Kali Gratis di Amsterdam
Setelah itu, saya menuju kasir. Petugas klinik malah menyampaikan bahwa pengobatan gigi saya gratis. Tidak bayar?
Melakukan perjalanan bersepeda keliling dunia memang melelahkan. Akan tetapi, simpati dan dukungan masyarakat pun mengalir karena mereka meyakini ada tujuan mulia di balik perjalanan tersebut. Itu sebabnya, ada saja warga yang tidak ragu-ragu memberikan sesuatu yang gratis kepada pesepeda tersebut.
Mendapatkan gratis itu saya alami di Amsterdam, Belanda, Sabtu, 3 Februari 2024. Dalam sehari itu, empat kali saya memperoleh hadiah dari warga setempat. Pemberian ini sebagai dukungan atas perjalanan mengayuh sepeda dari Jakarta hingga Paris.
Saya kembali ke Amsterdam dari Den Haag pada 2 Februari 2024 sore. Lalu, sehari berikutnya bersepeda mengelilingi kota Amsterdam. Suhu udara hari itu sangat bagus, yakni mencapai 7 derajat celsius: cerah dengan langit yang membiru.
Pagi itu, sebelum gowes, saya mendapatkan kabar dari KBRI Den Haag bahwa kami, saya bersama dua kru, telah terdaftar sebagai pemilih tetap untuk Pemilu 2024 di Belanda. Pihak KBRI akan menggelar pencoblosan pada 10 Februari 2024 atau empat hari lebih cepat dari jadwal pemilu di Indonesia.
Beberapa waktu sebelumnya, kami menandatangani KBRI Den Haag meminta didaftarkan sebagai pemilih. Permintaan itu mendapat persetujuan. Saya tentu sangat senang mendapatkan kabar tersebut karena Pemilu 2024 menjadi pemilu pertama saya mencoblos setelah berstatus purnawirawan Polri. Saya pun bersemangat dan merencanakan sehari sebelum pencoblosan, kami sudah berada kembali di Den Haag.
Susur taman dan kanal
Saya memulai gowes pada pukul 10.30. Rute pertama ke arah utara, selanjutnya ke kiri, yakni arah barat. Hari itu saya ingin menyaksikan dari atas sadel sepeda keindahan dan keunikan Amsterdam yang begitu populer, antara lain taman kota dan kanal.
Sepanjang perjalanan, saya menyusuri taman-taman kota yang indah, tertata rapi dengan aneka bunga yang menawan. Termasuk Taman Kota Westerpark yang luas dan populer di kota tersebut. Berada di taman-taman itu membuat pengunjung merasa nyaman, tenang, dan mendapatkan kebahagiaan.
Setelah itu, saya berbelok lagi ke arah selatan menuju Centrum yang menjadi pusat kota Amsterdam. Tidak kalah menakjubkan adalah adanya jaringan saluran air (kanal) yang panjang dan membentang ke seluruh area di kota itu. Kanal-kanal ini dilengkapi dengan jembatan dengan arsitektur yang menarik. Ada pula perahu yang melintas dalam kanal.
Sempat pula melewati kawasan Red Light, yakni tempat hiburan malam yang terkenal di Amsteram. Saat itu masih terhitung pagi hari sehingga belum tampak aktivitas yang sesungguhnya.
Baca juga: Saya Pun Memasuki Wilayah Belanda
Hari itu, saya juga telah berjanji dengan dokter Diego untuk mengobati gigi yang retak. Dokter gigi ini atas rekomendasi Om Tetuko, kawan lama saya orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Amsterdam. Kebetulan dia mengenal baik dokter Diego dan mungkin sering berobat gigi padanya.
Om Tetuko sempat mengontak dokter Diego. Dia menceritakan bahwa saya sedang bersepeda dari Jakarta menuju Paris dan saat itu sudah memasuki Belanda. Dokter Diego pun antusias dan menjadwalkan pengobatan gigi saya pada Sabtu, 3 Februari 2024 pukul 12.00.
Jadwal pengobatan gigi kemudian disampaikan kepada saya. Om Tetuko juga mengabarkan alamat tempat praktik dan nomor kontak dokter Diego. Dokter ini berasal dari Portugal.
Gigi saya retak saat di Yunani sewaktu mengigit biji wijen dalam roti. Sempat ingin melakukan pengobatan, tetapi ada saja kendala sehingga rencana tersebut pun tertunda dan baru terealisasikan di Amsterdam.
Dengan bersepeda, saya tiba di tempat praktek dokter Diego. Tiba lebih cepat 30 menit dari waktu yang telah disepakati, yakni pukul 11.30. Saya selalu berprinsip lebih baik menunggu daripada ditunggu. Tak lama kemudian, petugas mempersilakan saya masuk ruang praktik. Padahal, masih ada satu pasien yang antre. Bahkan, dia sudah masuk ruang dokter, tetapi tak lama kemudian keluar. Dalam hati, saya berpikir, kok, cepat sekali penanganan dokter Diego.
Ternyata saya keliru. Belakangan baru tahu rupanya dokter Diego bernegosiasi dengan pasien tersebut agar saya didahulukan. Mungkin pertimbangan dokter, pengobatan saya hanya waktu singkat. Sebaliknya, penanganan pasien itu kemungkinan lebih lama.
Benar saja. Penanganan gigi saya hanya sekitar 15 menit sudah tuntas. Dokter Diego sungguh cekatan dan menangani dengan sempurna. Hasilnya benar-benar ciamik.
Setelah itu, saya menuju kasir untuk menanyakan biaya pengobatan. Petugas klinik malah menyampaikan bahwa pengobatan gigi saya gratis alias tidak dipungut biaya. Astaga! Tidak bayar? Ini sungguh mengagetkan.
Berobat gigi gratis ini merupakan pengalaman kedua saya. Sebelumnya, yakni sekitar tahun 1993, saat bertugas di Jayapura, saya berobat pada Letnan Satu (K) CKM dokter gigi Swanly Hartono juga gratis. Ketika itu, saya dan dokter Swanly masih pacaran, tetapi setahun kemudian kami menikah.
Saya pun kembali lagi ke ruangan dokter Diego untuk menyampaikan terima kasih yang kedua kalinya. Saya menanyakan mengapa gratis? Gigi saya sudah tertangani saja sudah beruntung. Dokter Diego menjawab, ”Tidak apa-apa.” Dia malah meminta saya menyinggahi rumahnya di Portugal jika mengayuh sepeda hingga di negara itu. Bahkan, berharap saat saya tiba di Portugal, dia sedang berada di rumahnya. Setiap bulan, dokter Diego selalu pulang kampung untuk mengunjungi keluarga.
Akhirnya, saya pun pamit. Dokter Diego kemudian berpesan agar dalam satu hingga dua jam ke depan jangan dulu makan makanan yang keras. Pesan seperti ini memang sering terucapkan para dokter gigi kepada pasiennya setelah berobat.
Restoran Indonesia
Saya melanjutkan bersepeda lagi. Saat itu waktu sudah menunjukkan makan siang. Saya langsung bergerak ke restoran Barokah, restoran Indonesia yang sudah 20 tahun lebih beroperasi di Amesterdam. Menunya terkenal enak dan laris.
Saya memesan soto ayam dan gado-gado. Makanan ini sesuai pesan dokter Diego. Soto ayam saya habiskan dua porsi. Mungkin balas dendam dengan kuliner Indonesia yang tidak dinikmati selama beberapa bulan. Selanjutnya saya bersepeda menuju Toko Rapha, toko sepeda yang cukup populer di Amsterdam. Di sana, ada kafe dan selalu dikunjungi para pesepeda, baik warga Amsterdam maupun warga negara lain yang sedang bersepeda di kota ini.
Saya dan kru pun memilih nongkrong dan ngopi di situ. Kami bertemu dengan para pesepeda yang umumnya dari Eropa dan saling berkenalan. Mereka menanyakan asal saya dan sudah bersepeda ke mana saja.
Saya kemudian menceritakan bahwa bersepeda dari Jakarta, Indonesia, sejak 8 Juli 2023. Mereka sangat antusias mendengar dan menanyakan pengalaman selama perjalanan. Mereka menyatakan salut dan mendoakan agar saya dapat menuntaskan misi dengan baik dan lancar. Setelah itu kami pun berpisah. Saat saya hendak membayar biaya kopi dan makanan di kasir, pemiliknya menyatakan gratis. Katanya, kebijakan tersebut dilakukan sebagai dukungan atas perjalanan sepeda yang sedang saya lakukan. Wah, gratis lagi. Bukan main.
Selepas itu, saya bersepeda lagi menuju toko sepeda Tromm milik Edgard. Saya dan Edgard telah lama berteman. Sehari sebelumnya saya mengontak dia dan kami sepakati hari itu saya mendatangi tokonya untuk belanja beberapa kebutuhan touring.
Begitu mendekati toko, saya melihat Edgard sudah menunggu. Saat tiba, kami langsung bersalaman dan berbagi cerita. Edgard cukup penasaran dengan perjalanan saya sejak dari Jakarta hingga di Amsterdam.
Toko sepeda Tromm menjual aneka macam perlengkapan sepeda. Bahkan, toko ini termasuk salah satu yang terbesar di Amsterdam. Saya ingin membeli kover sepatu sepeda antihujan yang dapat melindungi sepeda saat hujan.
Kover sepatu sepeda milik saya yang dibeli di New Dehli, India, terjatuh di Pakistan, persisnya di wilayah Provinsi Bolikistan, saat perjalanan menuju border Iran. Barang ini hilang bersama beberapa kacamata yang dimasukkan dalam tas ransel. Tas ini terjatuh dari mobil saat pintu belakang terbuka akibat tidak terkunci rapat.
Saya pernah beberapa kali mencari kover sepatu itu di beberapa kota sebelumnya, tetapi tidak mendapatkannya. Akhirnya, tersedia di Tromm Amsterdam. Saya senang sekali. Akhirnya memiliki lagi. Ketika saya hendak membayar, Edgard langsung menolak. Katanya, gratis. Dia juga mengingatkan petugas kasir toko agar tidak menerima pembayaran dari saya. Wah, gratis lagi! Mungkin ini rezeki orang jalan jauh.
Dari toko Tromm, saya bersepeda lagi menuju Sungai Amstel. Ini adalah satu-satunya sungai alami di Amsterdam dan telah menjadi bagian terpenting dari sejarah peradaban Belanda sejak abad pertengahan. Sudah lebih dari 800 tahun, arus sungainya tetap stabil dan memasok air untuk segala kebutuhan masyarakat setempat.
Sungai ini berkelok-kelok dan di sepanjang tepinya terbentang lahan pertanian yang subur. Keindahan dan pesona itu telah menginspirasi banyak seniman untuk melukis. Sungai ini juga menjadi salah satu tulang punggung menggerakan pariwisata Amsterdam.
Bersepeda mengitari Sungai Amstel rasanya menyenangkan. Suasana dan penataan lokasinya membuat kita tidak pernah bosan serta selalu ingin lebih lama berada di kawasan tersebut. Sungguh menarik.
Saya mengakhiri gowes hari itu di rumah Om Tetuko di kawasan Amstelveen, selatan Amsterdam. Letaknya tidak jauh dari toko sepeda milik Edgard. Total jarak sejauh 50,22 kilometer.
Om Tetuko mengundang kami makan malam di rumahnya. Dia menyuguhkan daging panggang yang sangat enak. Kami makan sampai puas. Makan gratis pula.
Jadi, hari itu, kami empat kali dapat gratis. Gratis dokter. Gratis kopi. Gratis kover sepatu. Gratis makan. Rezeki memang takkan lari ke mana. Rezeki tidak perlu dicari. Dia akan datang sendiri tanpa diharap.
Peristiwa-peristiwa seperti inilah yang memperpanjang napasku menuju garis akhir di Paris sebagai obat penawar dan menutupi cerita-cerita sulit yang pernah datang silih berganti selama perjalanan.