Menuai Harapan di Hutan Harapan
Tak dinyana perjalanan dihadang luapan Sungai Lalan sampai merendam jalan. Banyak peserta yang turun diliputi kecemasan.
Berkunjung ke Hutan Harapan di Jambi nyatanya tak sekadar bertamasya. Generasi muda penggemar K-pop yang berjumlah 14 orang diajak untuk menyaksikan kehidupan masyarakat adat. Rombongan Visit Harapan tersebut melancong atas inisiasi Too Much Information atau TMI Hari Ini.
Rombongan tiba di Bandara Sultan Thaha, Jambi, sekitar pukul 10.00. Setelah mengambil bagasi, mengatur peserta dan tas dalam mobil, makan siang, lalu shalat, mereka bertolak menuju Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, sekitar pukul 13.00.
Setelah sekitar dua jam, mobil memasuki jalan yang lebih kecil dengan diapit perkebunan sawit. Truk-truk pengangkut sawit yang lamban kian ramai menjelang sore. Beton atau tanah menyelingi aspal silih berganti. Kepulan debu melumuri mobil seiring roda-roda yang menggilas kubangan lumpur.
Baca juga: Banyak Jalan Menuju Anyer
Hutan Harapan akhirnya dicapai sekitar pukul 16.30. Kepala Departemen Human Capital and Corporate Services PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) Fajar Susilo menyambut rombongan. Perusahaan itu mengonservasi Hutan Harapan dengan luas 98.555 hektar.
Fajar mengantar para peserta berkeliling kamp PT Reki seraya menjelaskan 15 bangunannya, mulai dari bak kompos, fasilitas air bersih, herbarium, mes karyawan, posko siaga darurat bencana kebakaran hutan dan lahan, masjid, persemaian, hingga danau.
”Hutan Harapan terletak di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun di Jambi sampai Musi Banyuasin di Sumatera Selatan,” ucap Fajar. Rombongan menginap di kamp seluas lebih kurang 3 hektar tersebut. Kompleks itu memang rutin disinggahi wisatawan, mahasiswa,dan peneliti.
”Kamp bisa menampung 14 tamu kalau mau nyaman. Paling banyak, kamp pernah kedatangan sampai 46 orang. Pastinya, pakai kantong tidur, kasur ekstra, dan tikar,” ujarnya. Tarif kamar VIP dengan pendingin udara, misalnya, sekitar Rp 350.000 per malam.
Sumber listrik bukanlah jaringan kabel PLN, melainkan genset. Maklum saja, kamp itu terpencil dengan jarak sekitar 125 kilometer (km) dari ibu kota Jambi. Aliran listrik dibatasi pada pukul 05.00-24.00, tetapi tak mengurangi keceriaan para peserta.
Hutan Harapan ternyata juga memikat Pangeran Charles dari Inggris yang mengunjunginya pada 2 November 2008. Foto ia sedang menanam pohon bulian didampingi Menteri Kehutanan MS Kaban dan Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin terpampang di dinding kantin.
Tinggi juga beruangnya, seperti orang dewasa. Beruang sedang menunggu durian jatuh, terus datang penjaga hutan.
Seusai santap malam, perkenalan, dan menyimak presentasi Direktur PT Reki Adam Aziz, rombongan melepas lelah. Malam di tengah hutan tentu tak sepenuhnya hening lantaran dihiasi lengkingan satwa yang bersahut-sahutan. Terkadang, atap bangunan begitu gaduh gara-gara ulah burung hantu.
Ramainya kelelawar turut memicu kerisauan beberapa tamu karena membayangkan yang bukan-bukan, tetapi mereka spontan tersenyum saat dijelaskan karyawan kamp. Selepas subuh, giliran ungko atau owa memekik dengan nyaring bagai alarm yang membangunkan penghuni kamp.
Sarapan tuntas, rombongan mengunjungi Pos Sungai Jerat untuk berbincang-bincang dengan jagawana, masyarakat adat Batin Sembilan, dan warga yang bermitra dengan PT Reki. Cerita seru lantas mengalir soal penjaga hutan yang pernah bertarung dengan beruang madu.
”Tinggi juga beruangnya, seperti orang dewasa. Beruang sedang menunggu durian jatuh terus, datang penjaga hutan,” kata Sarmita (58), Deputi Perlindungan Hutan PT Reki. Beruntung, korban selamat meski kepalanya cedera sehingga harus dirawat dengan 40 jahitan.
Dihadang banjir
Lain lagi dengan Nurdin (60), warga Batin Sembilan yang dulu berkonflik dengan PT Reki, namun kini bermitra dengan menanam pisang, ubi, dan pinang. ”Saya lupa kapan perkara lahan akhirnya selesai. Malah, saya direkrut sebagai pengawas hutan setidaknya sejak setahun terakhir,” ucapnya.
Setelah bercengkerama selama lebih kurang dua jam, rombongan dibagi sesuai minatnya untuk bertemu masyarakat Batin Sembilan atau menjelajah hutan. Baru sekitar 30 menit, tak dinyana perjalanan dihadang Sungai Lalan yang meluap sampai merendam jalan.
Iring-iringan mobil terpaksa berhenti diikuti sejumlah peserta yang bergegas turun seraya diliputi kecemasan. Beberapa pegawai PT Reki memakai batang pohon kemudian beringsut dengan hati-hati untuk menaksir tinggi permukaan air.
Setelah diketahui kedalaman banjir kurang dari 1 meter dengan arus yang tak berbahaya, kendaraan dinyatakan aman untuk melewatinya. Segera, mobil-mobil menerobos aliran selebar hampir 50 meter diiringi keriuhan peserta yang kegirangan mencecap pengalaman baru.
Mereka yang singgah di hutan bisa mengamati cakaran beruang di beberapa pohon. Hewan itu paling sering memanjat pohon petaling untuk memburu madu dengan membongkar sarang lebah kelulut. Setelah puas, beruang tinggal menggelongsor untuk turun.
Anggrek macan juga terlihat di ketinggian sekitar 25 meter. Perjalanan dilanjutkan untuk memandangi kantong semar yang bergerombol dengan keunikannya memangsa serangga. Burung rangkong yang terbang rendah ikut memantik sorak-sorai rombongan.
Hari terakhir diawali dengan menyambangi Sekolah Besamo yang dimotori Rio Afrian (32) dan Puput Asmarita (25). Mereka berdedikasi tinggi untuk mengajar anak-anak Batin Sembilan dengan segala kesederhanaan dan keluwesan menghormati budayanya.
Senang banget. Kenalan dengan kawan-kawan yang baik. Aku termotivasi dan terinspirasi.
Mampir di toko oleh-oleh jelas tak dilupakan untuk membeli aneka makanan khas Jambi, seperti pempek, kacang, dan kerupuk, sebelum kembali terbang ke Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Ekowisata ke Hutan Harapan pun menjadi kenangan yang tak akan terlupakan.
Sama enaknya
Cintami Cipta Agustin (20) sangat senang bisa berjalan-jalan ke Hutan Harapan sekaligus menikmati pengalaman dan bersua banyak teman baru. ”Kayak makan durian daun. Kecil banget daripada durian biasa. Walau aroma enggak menyengat, rasa sama enaknya. Malah, enggak enek,” katanya.
Mahasiswi Jurusan Hukum Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu memang menggemari kegiatan luar ruang dengan piknik ke Gunung Halimun, kampung suku Baduy, dan Sungai Mentaya. ”Aku juga suka ke hutan. Cocok, deh. Orang hutan,” kata warga Jakarta itu sambil tertawa.
Baca juga: Bali, Yogyakarta, dan Danau Toba Pilihan Habiskan Malam Tahun Baru
Andini Saraswati (28) mengecap banyak keseruan bersama kawan-kawan sesama penggemar K-pop. Ia juga menuai asa agar Hutan Harapan tetap lestari. ”Senang banget. Kenalan dengan kawan-kawan yang baik. Aku termotivasi dan terinspirasi,” tuturnya.
Volunter PBB dan pemengaruh (influencer) itu diyakinkan dengan masih banyaknya anak muda yang peduli terhadap lingkungan, khususnya hutan. ”Generasi muda berpartisipasi besar untuk membuktikan bahwa komunitas K-pop enggak hanya bisa beraktivitas online (daring),” katanya.
Saras, demikian sapaannya, baru pertama kali ke Jambi dan rimba selebat Hutan Harapan. Meski tak melihat binatang besar seperti gajah, harimau, atau tapir, warga Bali yang menguasai bahasa Korea itu senang bisa mendapati cakaran beruang dan kantong semar yang belum pernah ditemuinya.