Bersepeda Masuk Eropa, Mimpi Saya Mulai Terbayarkan
Suhu dingin sepanjang hari di satu sisi membuat kayuhan pun tidak terlalu menguras energi melalui keringat.
Setiap kali mendengar cerita tentang orang bersepeda ke Eropa, rasanya beda. Ada aspek heroik yang kuat, sebab perjuangan menuju ke sana tidak mudah. Banyak faktor teknis dan nonteknis yang selalu menantang. Setelah lima bulan mengayuh sepeda dari Jakarta, kini saya pun mulai memasuki Eropa melalui gerbang Turki dan Yunani.
Selasa, 12 Desember 2023, saya meninggalkan Istanbul menuju ke perbatasan Turki-Yunani. Hari itu saya bersepeda hingga di Kota Tekirdag sejauh 141 kilometer. Sebagian Istanbul sesungguhnya sudah masuk wilayah Eropa. Hotel tempat kami menginap berada di sisi Eropa. Akan tetapi, banyak pihak mengklaim Eropa yang sepenuhnya mulai dari Yunani.
Setelah sarapan pagi di hotel yang berada dalam kawasan Taksim, saya pun bersiap diri untuk melanjutkan perjalanan. Saya dan tim pendukung berdoa bersama sebelum memulai petualangan.
Tepat pukul 08.30, saya mulai bersepeda. Mula-mula melewati Jalan Istiklal yang amat populer sebagai kawasan perbelanjaan, restoran dan perhotelan. Pagi itu, jalan masih sepi dari pengunjung sehingga kami pun berfoto bersama dengan leluasa.
Perjalanan ini sungguh menarik sebab melewati pesisir Laut Marmara. Laut ini juga terhubung dengan Laut Hitam di sisi timur melalui Selat Bosphorus. Dari Laut Marmara pun dapat menyambung ke Laut Mediterania di sisi barat.
Siang itu, saya seolah tidak habisnya melewati pesisir Laut Marmara. Hingga pukul 12.30, saya masih dalam kawasan perairan tersebut. Saya makan siang di Kota Silivri. Kota ini pun masih di tepi laut yang sama.
Sesuatu yang Menarik dari rute ini adalah panorama laut yang jernih dengan pantai yang bersih dan tertata rapi. Di tepi pantai selalu ada area publik yang memberi ruang yang leluasa bagi masyarakat untuk menikmati panorama alam.
Sementara area bisnis juga selalu ada. Akan tetapi, bangunan yang ada tertata apik dan bersih. Nyaris tidak ada sampah yang berserakan di tepi pantai dan jalan raya. Jalur sepeda tersedia di mana-mana sehingga memungkinan pesepeda dapat mengayuh dengan nyaman dan jauh dari kebisingan kendaraan lainnya.
Kontur jalan yang ada umumnya datar, tetapi selalu ada variasi naik dan turun. Jalan yang ada pun lebar dan beraspal mulus. Suhu udara berkisar 6-8 derajat celsius. Suhu dingin sepanjang hari di satu sisi membuat kayuhan pun tidak terlalu menguras energi melalui keringat. Akan tetapi, keadaan ini memaksa saya untuk selalu konsentrasi dan fokus. Selama gowes pun saya mengenakan jaket dan sarung tangan beberapa lapis.
Suka minum teh
Saya menuntaskan perjalanan hari itu dengan menempuh jarak sejauh 141 kiometer. Total ketinggian mencapai 1.336 meter. Lumayan tinggi lho. Saya tiba di Kota Tekirdag sekitar pukul 18.00. Kota ini masih berada di pantai barat Laut Marmara.
Kami menginap di Hotel Rodasto. Hotel ini masih berada di tengah kota. Tempatnya bersih dan rapi. Mobil pengiring kami parkirkan di depan hotel sesuai arahan petugas satuan pengamanan. Lokasi itu termasuk aman.
Salah satu kelebihan Turki dibandingkan dengan negara Eropa lainnya adalah masyarakatnya dapat menikmati laut dan segala keindahannya selama 24 jam secara gratis. Hal ini karena letak Turki yang berbatasan langsung dengan empat laut, yakni Laut Hitam, Laut Mediterania, Laut Agea, dan Laut Marmara. Wilayah Tekirdag berbatasan langsung dengan Laut Marmara.
Turki merupakan negara ketiga yang paling banyak mengonsumsi teh di dunia, setelah China dan India. Menurut data Food and Agriculture Organization of the United Nations (FA), setiap orang di Turki dapat mengonsumsi teh sebanyak tiga kilogram per tahun.
Budaya minum teh ini sudah turun temurun sejak dahulu dan terus berkembang hingga saat ini sehingga telah menjadi tradisi yang kental. Setiap senja orang Turki suka menikmati alam di tepi laut sambil ngeteh. Sungguh nikmat tiada duanya.
Tekirdag termasuk produsen arak dan anggur. Bahkan, dalam sebuah kontes Turkish National Drink beberapa waktu lalu, para ahli cita rasa menyebut arak dan anggur dari Tekirdag adalah yang terbaik. Dari perbukitan di barat daya Tekirdag memasok sekitar 40 persen anggur untuk Turki.
Mobil kami ditabrak
Malam itu, sekitar pukul 23.45, terdengar bunyi yang cukup keras di depan hotel. Seketika kami melakukan pengecekan. Ternyata mobil kami yang terparkir itu ditabrak mobil lain yang pengemudinya sedang mabuk.
Mula-mula mobil pemabuk itu menabrak sebuah mobil yang terparkir di samping kanan mobil kami. Lalu mobil tersebut membentur mobil kami. Mobil sang penabrak pun menghantam lagi mobil kami. Jadi mobil kami dua kali terkena hantaman. Pertama dari mobil samping, lalu kedua terkena tabrakan mobil pelaku.
Akibatnya, mobil kami mengalami kerusakan cukup parah. Pintu depan sebelah kanan tidak bisa buka. Kaca pun tidak bisa diturunkan. Bamper samping mengalami rusak berat. Bahkan, roda kanan pun miring.
Tak lama setelah kejadian itu, polisi langsung mendatangi lokasi. Polisi meringkus pelaku untuk melakukan pemeriksaan intensif.
Besoknya, kami terpaksa menunda perjalanan. Kami harus ke kantor polisi untuk melanjutkan penyidikan kecelakaan lalu lintas dan mengambil surat keterangan. Prosesnya cepat, tidak bertele-tele.
Baca juga: Balas Dendam Makanan Indonesia di Ankara
Sesuai ketentuan, kami pun berhak mendapatkan ganti kerugian dari pelaku. Akan tetapi, proses ini membutuhkan waktu kurang lebih seminggu. Artinya, kami perlu tinggal seminggu lagi di kota tersebut guna menunggu biaya pergantian.
Setelah mempertimbangkan dengan matang, saya memutuskan tidak mengambil biaya ganti rugi. Kami harus segera melanjutkan perjalanan. Itu sebabnya, siang itu juga kami mencari bengkel resmi Toyota untuk memperbaiki mobil.
Dari kantor polisi, kami menuju bengkel untuk memperbaiki kerusakan yang cukup serius. Kami berhasil mendapatkan bengkel resmi Toyota. Bengkel tersebut cukup besar.
Perbaikan awal adalah tie rod yang bergeser ke dalam sehingga ban mobil sebelah kanan miring. Setelah selesai, saya mengecek ulang. Ternyata hasilnya belum sempurna. Saya minta diperbaiki kembali, sebab perjalanan kami masih sangat panjang. Saya tidak mau di tengah perjalanan nanti terjadi gangguan akibat perbaikan yang kurang sempurna ini.
Akhirnya pihak bengkel Toyota memutuskan membawa mobil kami ke bengkel lain yang memiliki teknisi yang lebih jago dengan dukungan peralatan yang bagus. Di bengkel itu, perbaikan tidak membutuhkan waktu lama. Kurang lebih 30 menit kerusakan tie rod pun tertangani sempurna. Bengkel itu bernama Can Roat Balaus. Bagus banget.
Setelah itu, kami menuju ke bengkel lain. Namanya Restores untuk memperbaiki pintu. Proses ini pun berlangsung singkat. Tak lama kemudian pintu mobil kembali normal.
Dalam perjalanan seharian itu, saya tetap bersepeda. Jarak dari hotel ke kantor polisi, lalu ke bengkel Toyota, dan bengkel lainnya, kemudian kembali lagi ke hotel tidak jauh. Total jaraknya sejauh 11,79 kilometer. Malam harinya, kami menginap lagi pada hotel yang sama.
Menuju border Yunani
Besoknya, Kamis, 14 Desember 2023, saya kembali mengayuh sepeda. Kali ini menuju pintu perbatasan Turki-Yunani.
Pagi itu saya mulai bersepeda pukul 09.15. Suhu udara kurang lebih 6 derajat celcius dengan tiupan angin lumayan kencang. Saya gowes hingga di Malkara. Jaraknya sekitar 57 kilometer dengan total ketinggian mencapai 859 meter. Lumayan juga. Kontur naik dan turun cukup bagus serta menantang.
Selepas Malkara, saya memilih loading ke mobil pengiring. Pertimbangan utama agar tiba di border hari masih terang. Benar saja, sekitar pukul 16.42, kami pun tiba di pos perbatasan wilayah Turki.
Setelah itu, kami langsung menuju imigrasi serta bea dan cukai. Proses pelaporan di imigrasi berlangsung singkat, tetapi di bea dan cukai untuk urusan mobil agak lama. Petugas memeriksa lagi barang-barang yang terangkut dalam mobil.
Kami menghabiskan waktu di kantor bea dan cukai Turki selama kurang lebih dua jam. Memang waktunya lebih pendek dibanding pemeriksaan masuk di Turki dari Iran yang mencapai sekitar lima jam, sebab petugas memeriksa satu demi satu barang dalam mobil.
Sehabis dari bea dan cukai Turki, kami bergerak menuju border Yunani yang berjarak hanya 100 meter. Tetapi, sebelum itu, kami agak menepi untuk melakukan ritual perbatasan, yakni menyanyikan lagu ”Indonesia Raya” dan mendengarkan lagu kebangsaan Turki. Negara ke-11 dari perjalanan ini segera kami tinggalkan, dan selanjutnya memasuki wilayah negara ke-12, yakni Yunani.
Memasuki borderYunani, kami merasakan suasana yang benar-benar berbeda. Dari sisi bangunan yang jauh lebih megah dengan arsitektur khas Eropa. Proses pelayanan di bagian imigrasi serta bea dan cukai pun berlangsung sangat singkat.
Masuk Eropa
Di kantor imigrasi Yunani, pemeriksaan paspor untuk kami bertiga tidak lebih dari 4 menit. Sementara di bagian bea dan cukai, petugas hanya bertanya, apakah ada barang berbahaya yang terisi dalam mobil? Kami menjawab, tidak ada. Petugas pun langsung cap dokumen perjalanan dan menyilakan kami pergi seraya berkata, ”Selamat datang di Eropa”.
Pelayanan yang cepat dan singkat ini sungguh mengagetkan kami. Benar-benar di luar ekspektasi, sebab sebelumnya proses mengajukan visa Uni Eropa sungguh berbelit dan lama. Belum lagi pengalaman saat memasuki negara-negara sebelumnya, seperti China, Laos, India, Iran, Pakistan, dan Turki, proses pemeriksaan di bordercukup lama.
Maka, kami pun membayangkan proses pelaporan pada bea dan cukai Yunani pun bakal lama. Apalagi Yunani adalah pintu gerbang Uni Eropa. Ternyata pelayanannya super cepat. Sungguh mengagumkan.
Selepas itu, kami pun menuju gerbang untuk keluar dari border. Di situ, petugas sempat melihat sejenak, lalu mengatakan, ”Selamat datang di Eropa”.
Setelah meninggalkan border, kami terlebih dahlu makan malam di kantin yang letaknya tidak jauh dari kawasan tersebut. Saat itu sudah pukul 19.00. Begitu memasuki kantin tampak deretan minuman keras, whisky, brandy, dan lainnya yang terpajang. Suasana Eropa mulai tampak. Malam itu, kami resmi berada di wilayah Eropa.
Malam itu, kami mencari penginapan yang tidak jauh dari border, yakni di wilayah Timaria. Namanya Hotel Therassa. Lokasinya bagus, tidak jauh dari kawasan hutan lindung. Asyik sekali.
Sejak saat itu pula saya memulai tantangan baru, yakni mengayuh sepeda di tengah hamparan salju dengan suhu udara yang di bawah nol derajat celsius. Akan tetapi, saya akan terus berusaha untuk melakukan yang terbaik.
Fenomena dan tantangan perjalanan ini adalah bagian dari risiko yang dihadapi. Hal itu pula merupakan upaya mewujudkan misi utama perjalanan ini:Bersepedalah Kemana pun untuk Menyelamatkan Bumi (Cycling Anywhere to Save the Earth).