Tak Semua Bergegas di Maranello
Kota Maranello di Italia telah 75 tahun menjadi rumah merek Ferrari yang identik dengan mobil kencang. Tapi kehidupan berjalan biasa-biasa saja di sana. Istirahat siang masih berlaku. Produksi mobil tak perlu buru-buru.
Kota Maranello di Provinsi Modena, Italia, adalah kotanya Ferrari, merek yang identik dengan kecepatan. Namun begitu, tak semuanya berjalan cepat di kota ini, meski Ferrari telah berdiri selama 75 tahun dengan patung Kuda Jingkrak jadi monumen kotanya. Ada kehidupan yang berjalan biasa-biasa saja di balik gerungan mesin V12 kebanggan mereka.
Waktu masih menunjukkan pukul 09.00 ketika ”seekor” Ferrari Portofino ”mengintai” di pertigaan Jalan Giovanni Verga, Kota Maranello. Langit biru yang cerah pada Jumat (9/9/2022) itu berpadu kontras dengan warna merah menyala mobil beratap terbuka itu. Pria paruh baya berada di balik kemudinya. Begitu keadaan dirasa aman, dia membelok ke kiri, dan langsung tancap gas. Deru knalpot dari mesin V8 memecah kesunyian pagi itu. ”Brrrmmmmmm….” Ia sekejap hilang dari pandangan.
Tak jauh dari pertigaan itu, Luca baru saja membuka tokonya yang bernama Maranello Collection. ”Buongiorno,” sapanya ramah, yang berarti selamat pagi. Dia baru saja menerima kiriman barang baru berupa miniatur mobil Ferrari 296 GTB, salah satu model mutakhir. Di toko itu, Luca menjual miniatur berbagai skala nyaris semua model yang pernah dikeluarkan Ferrari. Ada juga majalah dan buku-buku yang bertema otomotif, kebanyakan berkaitan dengan Ferrari.
”Toko ini adalah bisnis keluarga, sudah sejak 1979,” kata dia setelah menyelesaikan transaksi dengan konsumen pertamanya pagi itu. Setelah pembeli itu keluar toko, dia juga menyusul keluar, merokok sejenak. Dia bilang, tokonya tak terlalu ramai sebelum pukul 10.00. Seiring makin banyaknya wisatawan yang berdatangan menjelang siang, dia juga makin sibuk.
Tapi jam sibuknya tak terlalu panjang. Pukul 12.00, atau jam makan siang, dia menutup tokonya. Kultur ”siesta” atau istirahat siang dia jalani. Padahal, lokasi tokonya tepat di jantung atraksi utama wisata Maranello, yaitu sekitar museum dan pabrik Ferrari. Pusat keramaian kota. Tokonya persis di seberang pintu masuk karyawan pabrik. Tokonya buka lagi sekitar jam 14.00 sampai 18.30.
Karena lokasi yang strategis, dan bisnis cendera mata yang sudah berjalan lama, wajar jika mengasumsikan Luca memiliki setidaknya satu mobil keluaran Ferrari. Nyatanya tidak. Dia menunjuk mobil van warna merah keluaran Fiat yang diparkir di depan tokonya. Itu saja mobilnya. ”Mana mampu beli Ferrari baru. (Ferrari) yang lama pun harganya seperti (harga) kastil,” ujarnya getir. Kebanyakan warga Maranello seperti dirinya tak mampu beli Ferrari.
Mobil-mobil yang banyak terlihat di jalanan sekitaran Maranello juga bukan tergolong supercar layaknya Ferrari. Mobil Fiat 500 cukup umum di sana, juga Alfa-Romeo beragam tahun dan model. Merek impor seperti KIA model Sportage, atau Jeep model Compass pun meramaikan jalanan. Mobil yang mumpuni mengebut seperti Audi RS4, Mercedes-AMG C43, atau Tesla terlihat sabar-sabar saja menapaki jalanan kota yang sempit, atau pedesaan di sekitar Maranello.
Makanya, di Kota Maranello itu tak banyak Ferrari berkeliaran. Model Portofino barusan diduga Luca adalah mobil sewaan yang dikemudikan wisatawan. Jika bukan mobil sewaan, Ferrari yang melintasi kota adalah unit tes yang sedang dijajal penguji pabrik sebelum diserahkan ke konsumen.
Selain berseliweran di jalan kota, unit tes Ferrari juga terlihat dijajal di dalam area pabrik, merambahi jalan-jalan yang diberi nama pebalap jagoan mereka, seperti legendaris Juan Miguel Fangio, Niki Lauda, dan Kimi Raikkonen. Tapi tak ada jalan bernama Michael Schumacher. Katanya pebalap Jerman itu terlalu hebat untuk sekadar diabadikan sebagai nama jalan. Namun, jalan utama terbesar di komplek pabrik itu—yang membentang lurus dari gerbang depan hingga belakang—bernama Enzo Ferrari, sang pendiri merek supercar ini.
Tur pabrik
Suasana area pabrik pada Jumat pagi itu juga biasa-biasa saja; tidak riuh dengan kerumunan karyawan. Sesekali deru mesin supercar terdengar, setelah itu nyaris hening lagi. Dentuman logam beradu layaknya pabrik perakitan tak terdengar. Hening sekali. Atmosfer ini didukung pula dengan banyaknya tetumbuhan; lapangan berumput dan tetumbuhan yang terlihat segar. Segelintir pekerja dengan seragam merah-krem-putih berjalan kaki dari satu gedung ke gedung lain, atau naik sepeda.
Selain pegawai, tak sembarang orang bisa masuk area pabrik, yang merupakan pindahan dari Modena pada 1943 ini. Wisatawan umum bisa mengikuti tur mengelilingi area pabrik, tapi hanya bisa melongok dari dalam kaca bus, tak boleh turun. Hanya pelanggan Ferrari, atau rekan bisnis Ferrari yang bisa mengikuti tur pabrik (factory tour). Awak media juga bisa selama disetujui manajemen, itu pun di larang membawa kamera jeis apa pun. Lensa kamera pada ponsel disegel.
Tur dimulai dari pengenalan gerbang utama pabrik yang berwarna terakota itu. Mobil Ferrari pertama yang keluar dari gerbang itu adalah Ferrari 125 S pada 1947. Inilah mobil pertama yang disematkan logo kuda jingkrak. Konon, kuda jingkrak ini dianggap membawa keberuntungan di arena balap. Warna kuning di belakang kuda hitam itu mewakili warna resmi Provinsi Modena.
Mobil pertama itu bermesin 12 silinder berformasi V (V12) yang hingga hari ini masih menjadi kebanggaan mereka. Mitos keberuntungan kuda jingkrak terbukti. Mobil pertama ini menang kejuaraan balap di tahun yang sama. Cita-cita Enzo Ferrari membuat mobil balap segera tercapai. Inilah penanda penting keterlibatan Ferrari pada kancah balap mobil, termasuk Formula 1 sampai sekarang.
Dari gerbang pabrik, rombongan tur dibawa ke gedung paling ujung, berseberangan dengan Galleria Del Vento, atau gedung terowongan udara (wind tunnel) untuk menguji aerodinamika. Gedung seperti hangar ini adalah tempat merakit ”jantung” dari setiap mobil Ferrari, yakni blok mesinnya. Di lantai atas, tempat masuk pengunjung terpampang komponen-komponen yang dikerjakan di situ. Semua komponen mesin terbuat dari alumunium, kecuali poros engkol (crank shaft) yang berbahan besi.
Di lantai bawah, ada sekitar 400 karyawan mengerjakan bagiannya. Nyaris seluruh pekerjaan menggunakan tenaga manusia. Robot hanya difungsikan untuk mengalirkan proyek dari satu pemberhentian (station) ke pemberhentian lain. Kejelian dan ketelitian manusia jadi inti semua mesin Ferrari. Jadi, tak perlu tergesa-gesa.
Seksi perakitan mesin ini menghasilkan mesin V6 dan V8 yang juga dipakai merek sepupu Ferrari yaitu Maserati. Sedangkan mesin V12 terpisah sendiri, dengan tenaga manusia yang dianggap mumpuni. Seorang karyawan di sesi V12 akan mengawal mesinnya sejak nol hingga utuh. Sedangkan mesin V6 dan V8 tidak demikian.
Dari gerbang pabrik, rombongan tur dibawa ke gedung paling ujung, berseberangan dengan Galleria Del Vento, atau gedung terowongan udara (wind tunnel) untuk menguji aerodinamika. Gedung seperti hangar ini adalah tempat merakit “jantung” dari setiap mobil Ferrari, yakni blok mesinnya. Di lantai atas, tempat masuk pengunjung terpampang komponen-komponen yang dikerjakan di situ. Semua komponen mesin terbuat dari alumunium, kecuali poros engkol (crank shaft) yang berbahan besi.
Menyaksikan “pernikahan”
Tur bergerak ke perakitan bodi, atau Montaggio Vetture. Luas bangunannya kurang lebih sama, juga berlantai dua. Namun pembagian lantai berdasarkan kelas mobil. Mobil bermesin V6 dan V8 dirakit di lantai 1, sementara V12 di lantai dua. Di seksi inilah mesin yang sebelunya dirakit dibawa ke sini untuk dipasang.
Bodi mobil didatangkan dari karoseri Scaglieti di Kota Modena, sekitar 15 kilometer dari Maranello. Dulunya, Scaglieti adalah peruashaan karoseri sendiri, lalu dibeli oleh Ferrari. Bodi yang dibawa ke sini masih ”telanjang” atau belum disiram cat.
Mesin, kerangka, dan bodi mobil bertemu di sini. Lagi-lagi, pekerjaan rumit ini nyaris seluruhnya dilakukan manusia. Pada stasiun 9 dan 10 di lantai 1, misalnya, terlihat dua perempuan bertato sedang mengerahkan seluruh tenaganya memasang dasbor. Mandornya mengawasi dan meneliti hasil kerja itu sebelum menyerahkan ke robot untuk mengantar ke stasiun perakitan berikutnya. Satu-satunya pekerjaan yang sepenuhnya dilakukan robot adalah pemasangan seluruh kaca. Itu pun masih dieliti kembali oleh manusia.
Pada seksi inilah terjadi pertemuan antara “powertrain” dan bodi di stasiun 19. Pemandu tur kami menyebut stasiun itu sebagai matrimonio, atau pernikahan. Seksi ini melengkapi mobil dengan dengan segala isinya, sampai berbentuk utuh sesuai pesanan; bisa variasi warna, variasi material interior, atau kelengkapan aksesoris seprti sayap belakang.
Dari sini, mobil diuji mengelilingi area. Makanya, pemesan Ferrari tak pernah menerima mobilnya dari nol kilometer, karena sudah dibawa keliling pabrik, atau Kota Maranello. Segala kerumitan itu memakan waktu panjang. Tapi begitulah Ferrari. Tak perlu tergesa menghaislkan mobil kencang. Dalam satu hari, pabrik itu paling banyak merampungkan 15 unit mobil saja. Bandingkan dengan pabrik Ford yang konon memproduksi 8.000 unit mobil per hari.
Paling bergegas
Rombongan tur berpindah ke kompleks lain. Dari area pabrik, bus membawa rombongan ke area kantor Scuderia Ferrari, tempat tim Formula 1 mereka. Namun, pekan itu adalah pekan balapan di Sirkuit Monza, jadi tak telrihat keramaian di sana. Bus lantas membawa ke tepi Sirkuit Fiorano, sirkuit milik Ferrari.
Beberapa mobil jenis grand tourer (GT) sedang menjajal performa di sana, saling kebut-kebutan dan bergegas. Bus bahkan harus mengalah ketika dua unit 296 GTB meraung-raung hendak masuk sirkuit. Tapi kami tidak menonton adu cepat itu. Kami masuk ke bangunan baru bernama Attivita Sportivo GT yang baru dibuka pada 2015.
Di dalam bangunan modern ini tersimpan mobil-mobil khusus balapan sirkuit. Di lantai satu dipenuhi puluhan model GT yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa untuk membalap. Beberapa jenis, seperti LaFerrariXX, 599XX, atau FXX mendominasi. Mobil-mobil itu milik konsumen yang tidak boleh dibawa keluar karena tidak memenuhi aturan jalan raya. Mereka menyimpannya di sana, dan dirawat oleh manajemen Ferrari.
Lantai dua bangunan itu yang lebih mengejutkan. Isinya adalah 60 mobil Ferrari yang pernah berlaga di ajang Formula 1. Tampak beberapa mobil yang pernah dipakai Niki Lauda, Kimi Raikkonen, juga sang jagoan Michael Schumacher. Semuanya asli, bukan replika. Hanya ada dua mobil replika tunggangan pebalap Ferrari aktif Charles Leclerc dan Carlos Sainz Jr.
Baca juga: Menjelajah dari Jakarta ke Yoyakarta dengan Mobil Listrik
Pemandu tur kami menceritakan, setelah dua hingga tiga tahun berlaga, mobil Formula 1 bisa dibeli orang berduit yang minat. Dia bilang lagi, sebagian besar mobil bekas Formula 1 di sana sudah ada pemiliknya. Ah, jangan tanya harganya.
Mengunjungi Maranello ibarat ziarah bagi yang percaya pada Ferrari. Kejayaan masa lalu, dan kedigdayaan mereka di masa kini terpampang di sana. Sayangnya, kami lupa menanyakan apakah Luca sang pemilik toko suvenir pernah masuk pabrik yang berkaitan dengan usaha keluarganya itu. Atau, dia adalah khalayak jelata yang dekat tapi “jauh” dengan Si Kuda Jingkrak.