Shaman dan Sihir (Bagian 31)
Warga Tais, Papua Niugini punya kepercayaan, setiap kematian yang tidak wajar pasti ulah penyihir. Hal ini, ditemui Agustinus Wibowo saat menyusuri daerah itu dalam serial "Indonesia dari Seberang Batas."
Daerah Morehead di Western Province, wilayah Papua Niugini yang berbatasan langsung dengan Indonesia, terkenal dengan perang suku, pengayauan di masa lampau, dan kekuatan sihirnya. Kepercayaan tentang sihir masih mendominasi.
IKUTI BAGIAN PERJALANAN LAINNYA
- Bagian 28: Aku Juga Mau ke Merauke Bagian 29: Cerita Sakral Bagian 30: Ritual Agama Tua
- Bagian 28: Aku Juga Mau ke Merauke
- Bagian 29: Cerita Sakral
- Bagian 30: Ritual Agama Tua
Di ujung desa Tais, di kompleks pemakaman desa, saya menemukan nisan Pali Abai yang rusak dan tertutup rumput. Pali adalah gadis kecil yang meninggal pada usia lima tahun, saat berenang di empang di barat dusun. Dia tidak sakit, tidak ada juga bekas gigitan apa pun. Dia pun tak tenggelam. Pali ditemukan meninggal dengan leher patah.
Saya sempat berbicara dengan ayahnya, Abai, seorang pemuda berusia dua puluhan tahun. “Kematian Pali adalah ulah sanguma,” katanya sembari menambahkan belum tahu pelakunya. Sanguma dalam bahasa Tok Pisin berarti penyihir dengan ilmu hitam. “Sehingga saya tidak bisa membalaskan dendam ini pada siapa-siapa.”
Mereka punya kepercayaan, setiap kematian yang tidak wajar pasti ulah penyihir. Singai Suku, kepala desa Tais, dulu pernah menjadi penyihir. Dia menjelaskan bahwa penyihir Papua bisa membunuh korban, bahkan tanpa menyentuhnya.
Singai menjelaskan, sihir di PNG bisa berlangsung dua arah. Penyihir bisa mengirim bala, dan korbannya dapat mendeteksi identitas pelaku juga lewat sihir. Secara mistis, korban bisa mendapatkan barang bukti untuk dibawa ke pengadilan.
Bagaimana jika hasilnya menunjuk kepada orang yang salah? “Tidak mungkin salah,” kata Singai yakin. “Hasil ritual kami pasti selalu benar.”
Kepercayaan yang lazim di kalangan masyarakat PNG, bahwa kematian berhubungan dengan sihir, bisa jadi sangat problematik. Mereka sering menyalahkan sanguma atas kematian sanak saudara yang mereka anggap “tidak wajar”. Itu termasuk kecelakaan, gigitan ular, atau penyakit berat. Bahkan penyakit yang bisa dijelaskan secara ilmiah, seperti AIDS atau TBC, banyak warga yang masih percaya bahwa itu adalah karena sihir.
Saat berada di Daru, saya sering melihat poster pesan layanan masyarakat dari pemerintah dan LSM, yang mengingatkan penduduk bahwa “Sanguma tidak bisa menyebabkan penyakit TBC”.
Dari sisi kesehatan, wilayah bagian selatan Western Province, dan terutama Pulau Daru, sangatlah mencekam. Di daerah ini merebak penyakit MDR-TB (multidrug-resistant tuberculosis), yaitu jenis tuberkulosis yang kebal terhadap dua obat antituberkulosis terkuat. Penyakit ini menyebar sangat luas, menimbulkan banyak kematian yang menyedihkan.
Dokter Sila Wainetti, ibu angkat Sisi Wainetti tuan rumah saya di Tais, adalah seorang pekerja sosial untuk LSM World Vision. Dia menjelaskan, penyakit TB paling ganas di seluruh dunia itu bisa bercokol kuat di Daru, karena buruknya sanitasi dan kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
“Terlebih lagi,” jelas Sila, “sistem wantok menyebabkan satu rumah bisa ditinggali 20 sampai 30 orang, bahkan kolong rumah panggung dan perahu pun bisa menjadi tempat mereka tidur.”
Itu adalah penjelasan paling rasional mengapa penyakit ini merajalela. Tapi kepercayaan bahwa penyakit seperti tuberkulosis adalah ulah penyihir, sama sekali tak membantu upaya penanganan penyakit itu.
“Penduduk tidak peduli dengan kebersihan, tapi malah menjalankan ritual yang tidak bermanfaat,” kata dokter Sila. “Lebih parahnya lagi, karena takut kena sihir, mereka malah memilih tinggal berdempetan, bersama orang sekaum mereka, sehingga penyakit pun menyebar semakin ganas.”
Masalah lain dengan sihir di PNG, sering kali yang tertuduh adalah warga desa lain. Tuduhan seperti ini bisa menyebabkan permusuhan antardesa, bahkan perang antarsuku.
Tidak jarang pula seseorang dituduh sebagai sanguma dan bisa menimbulkan aksi massa yang brutal, yang tidak kalah mengerikan dengan “perburuan penyihir” pada masa Abad Pertengahan di Eropa. Soal kebenarannya, tidak ada yang bisa membuktikan. Seseorang bisa menuduh orang lain sebagai penyihir hanya karena cemburu atau ingin membalas dendam.
PNG adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang memberlakukan UU Ilmu Hitam dan Sihir. UU ini sebenarnya bertujuan untuk melarang segala aktivitas ilmu hitam. Tapi UU ini justru sering dijadikan sebagai dalih pembenaran kekerasan. Seorang pembunuh bisa saja menyebut korbannya sebagai “penyihir”, dan dengan berdasar UU ini, dia mendapatkan keringanan hukuman. Pada tahun 2013, Perdana Menteri Peter O’Neill mencabut UU Sihir yang kontroversial itu.
Sihir sering dikaitkan dengan ilmu hitam. Tapi sebenarnya, sihir dalam ilmu antropologi adalah bagian penting dalam perkembangan budaya dan agama umat manusia. Dalam masyarakat tradisional, selalu ada peran shaman, yaitu seseorang yang menjadi penyambung kehidupan antara kehidupan manusia dengan roh gaib. Pada masa pra-sains, shaman juga memegang fungsi rangkap, sebagai pemuka agama sekaligus sebagai dokter.
Baca juga: Cermin Identitas di Antara Garis Batas
Ikuti bagian berikutnya dari perjalanan Agustinus Wibowo dalam ”Indonesia dari Seberang Batas” hanya di Kompas.id.