Sejalan dengan Jokowi, Koalisi Indonesia Bersatu Tak Buru-buru Tetapkan Capres
Kendati sudah membangun komitmen untuk membentuk koalisi, tiga partai politik, yakni Partai Golkar, PAN, dan PPP, belum menetapkan nama capres-cawapres yang akan diusung dalam Pilpres 2024 mendatang.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski sudah memiliki komitmen serta kesepahaman untuk membangun Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan belum menetapkan calon presiden ataupun calon wakil presiden yang akan diusung dalam Pilpres 2024. KIB tidak akan tergesa-gesa menetapkan capres dan cawapres sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo. Meski begitu, ketiga parpol itu menyatakan tidak alergi jika harus mengusung tokoh yang bukan kader partai koalisi menjadi capres dan cawapres.
Saat menyampaikan pidato politik dalam Silaturahim Nasional KIB di Jakarta, Sabtu (5/6/2022) malam, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan, soal capres yang diusung akan ditentukan pada bagian akhir koalisi. Sejakan dengan arahan Presiden Joko Widodo kepada kelompok sukarelawan Projo (Pro-Jokowi), KIB mengikuti tidak akan terburu-buru dalam mendukung capres.
”Tadi sudah dibahas masalah capres dan cawapres, nanti kami tulis dalam bab menjelang kesimpulan. Bapak Presiden mengatakan, ojo kesusu (jangan tergesa-gesa), bahasa Sunda-nya ulah gagancangan (jangan cepat-cepat),” ujar Airlangga.
Silaturahmi Nasional KIB dihadiri semua ketua umum, sekretaris jenderal, dan tokoh senior Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ketua Umum Projo Budi Arie Setiaji pun hadir dan sempat berfoto bersama pimpinan dan pengurus parpol KIB. Hadir pula Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang juga Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan.
Tadi sudah dibahas masalah capres dan cawapres, nanti kami tulis dalam bab menjelang kesimpulan. Bapak Presiden mengatakan ’ojo kesusu’ (jangan tergesa-gesa), bahasa Sunda-nya ’ulah gagancangan’ (jangan cepat-cepat).
Dalam Silaturahmi Nasional itu, KIB yang beranggotakan Golkar, PAN, dan PPP menegaskan komitmen untuk mendukung, mengawal, dan menyukseskan pemerintahan Presiden Jokowi. ”Koalisi Indonesia Bersatu memiliki komitmen untuk mendukung, mengawal, dan menyukseskan pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto saat menyampaikan pidato politik dalam Silaturahim Nasional Koalisi Indonesia Bersatu yang digelar di Jakarta, Sabtu (4/6/2022) malam.
Para ketum dan sekjen pun menandatangani nota kesepahaman sebagai bentuk komitmen mereka untuk membentuk koalisi. Namun, mereka juga menegaskan bahwa deklarasi koalisi masih belum dilakukan dan tetap membuka kesempatan bagi parpol lain untuk bergabung dalam koalisi.
Airlangga mengatakan, penandatanganan nota kesepahaman itu membuktikan bahwa koalisi yang dibentuk adalah koalisi yang solid dan kompak. Ketiga parpol memutuskan membentuk koalisi dini untuk menumbuhkan kesepahaman, perasaan saling terhubung agar bisa bergerak satu irama, sefrekuensi, dan sejalan dalam membangun Indonesia. Mereka tak ingin membentuk koalisi dalam keadaan terdesakan dan memilih untuk memulainya dengan komunikasi intensif antarparpol.
KIB berkomitmen melanjutkan capaian dan keberhasilan yang ditorehkan pemerintahan Presiden Jokowi. Mereka pun mengklaim memiliki komunikasi yang baik dengan parpol pendukung pemerintahan yang tidak tergabung dalam KIB, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Gerindra, Partai Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kader parpol lain
Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa sepakat untuk tidak terburu-terburu menentukan capres. Meski begitu, KIB terbuka untuk mendukung capres dari luar parpol koalisi sepanjang memenuhi kriteria dan disepakati oleh semua anggota koalisi. Pasangan calon yang diusung pun bisa saja berasal dari dalam koalisi, dari luar koalisi, ataupun campuran antara parpol dan nonparpol koalisi. ”KIB tidak alergi (capres) dari luar koalisi,” ujarnya.
Ia menuturkan, calon pemimpin harus memiliki gagasan yang besar serta rencana yang konkret dan terukur. Selain itu, juga memiliki kemampuan teknokratis, memahami masalah dan solusi, serta memiliki langkah optimis dari perencanaan, eksekusi, hingga evaluasi. Mereka ingin kontestasi diisi dengan hubungan antara parpol dan pemilih yang rasional, bukan emosional, agar muncul kecerdasan dalam berdemokrasi. KIB disebutnya lahir dengan optimisme agar kecerdasan dalam berdemokrasi menjadi kesadaran kolektif.
Sementara Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan berharap setidaknya ada tiga pasangan capres-cawapres. Sebab, dalam dua pilpres terakhir yang hanya memunculkan dua pasangan justru membuat polarisasi di masyarakat. Ia pun menyebut semua berpeluang menjadi capres, baik dari koalisi maupun tokoh di luar koalisi. KIB akan berusaha menemukan ”nakhoda” terbaik yang bisa membawa Indonesia lebih maju.
”Saat ini memang belum berbicara siapa saja calonnya. Ketum Golkar Airlangga layak jadi capres, Ketum PPP Suharso layak capres, begitu juga PAN. Bagaimana yang dari luar? Jangan-jangan ini koalisi untuk Ganjar bisa, untuk Anies bisa juga. Semua bisa karena kami belum membicarakan soal capres-cawapres,” ucapnya.
Secara terpisah, Kepala Departemen Politik dan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, manuver politik yang dilakukan Golkar, PAN, dan PPP merupakan hal yang baik bagi politik Indonesia ke depan jika mereka mempunyai inisiatif untuk membentuk koalisi dini dan permanen. Koalisi dini pun membuat agenda prioritas dan strategis bisa dibicarakan lebih awal. Parpol koalisi juga mempunyai waktu untuk membicarakan agenda pemerintahan jika kelak menang serta pembagian kekuasaan bisa lebih adil.
”Ini juga menjadi pendidikan politik bahwa koalisi memang seharusnya dilakukan karena adanya kesamaan pandangan, cita-cita, atau motivasi politik, bukan koalisi yang hanya untuk memenuhi syarat pencalonan capres-cawapres,” ujarnya.
Agar koalisi bertahan permanen, lanjut Arya, pembuatan agenda-agenda bersama bisa pada level program, yakni mendorong program-program strategis tertentu dan memastikan tetap permanen, apa pun hasil pemilu dan tidak pindah pascapilpres ke parpol atau koalisi parpol pemenang. Namun, daya tahan itu bisa terjadi kalau KIB mengusung calon yang berpotensi menang dan power sharing yang adil di antara partai. Agenda lainnya ialah membuat koalisi yang sama di tingkat lokal.
”KIB harus selalu ada inovasi untuk tetap menjadi perhatian publik, misalnya dengan membuat konvensi capres bersama, membuat model penjaringan capres bersama, pembuatan kabinet bayangan, atau mendorong program-program strategis tertentu,” ujar Arya.